Laman

Rabu, 16 Juli 2014

Cicak dan Sebuah Dendam Untukmu





//
Cicak-cicak di dinding,
diam-diam merayap,
datang seekor nyamuk, 
hap, lalu ditangkap...
//


Hei, kamu ingat lagu itu. Ya, lagu semasa aku masih kanak-kanak, mungkin kamu juga. Aku selalu berfikir, betapa sabarnya makhluk bernama cicak itu sehingga mau berlama-lama menunggu makhluk bersayap bernama nyamuk. Kamu pasti tahu kan kalau cicak itu hewan yang nggak bisa terbang? Yang bisanya melekat erat di dinding atau pohon?

Kamu tahu, kamu itu ibarat nyamuk dan aku adalah cicaknya. Perumpamaan yang tidak masuk akal kan? Tapi kurasa itu tepat untuk menggambarkan keadaan kita. Kamu seperti nyamuk yang sibuk terbang mencari mangsa, berpindah dari satu makhluk ke makhluk yang lain. Berburu kesenanganmu sendiri. Dan aku disini cuma bisa menunggu.

Kamu tahu, aku terus saja mencari kesempatan ketika kamu datang. Tapi tak jarang kamu hanya melebihkan harapku saja. Kamu mengitariku, kemudian berlalu pergi mencari mangsa yang baru. Ah, selalu begitu kamu. Dan tinggal aku sendiri, menatapi langit-langit kamar yang kosong, diselingi kilau lampu yang sebenarnya temaram.

Kamu tahu, aku tetap saja sabar disini menunggu. Menunggu kamu kepayahan setelah berburu berpuluh-puluh mangsa, mungkin ratusan atau ribuan. Dan ketika kamu kepayahan, tertatih-tatih dengan beban yang menyakitimu, kamu tahu, aku tetap disini menunggu.

Hanya satu yang tidak kamu tahu, aku menunggumu terpuruk, hingga aku dengan bebasnya menerkammu, melumatmu. Kau berfikir aku akan membelaimu dan meninabobokkan kamu agar hilang letihmu? Tidak, aku akan menghancurkanmu hingga tak bersisa, hingga kamu tak bisa lagi mencari mangsa.

Kau tahu diluar sana banyak yang merasakan sakit karenamu? Karena ulahmu? Jelas saja kamu tidak tahu, karena kamu selalu tertawa diatas luka yang sebenarnya kau cipta. Dan aku disini, yang terus saja sabar menunggumu, terus memandangimu dari kejauhan, sudah bersiap untuk menghabisimu, mencabik-cabikmu, kemudian membaginya dengan pasanganku. Dan saat itu tiba, aku akan tersenyum bahagia.

Jumat, 04 Juli 2014

Aku Malu, Menangis (Bukan) Karena-Mu

Pagi itu, aku masih dalam kegamangan yang luar biasa. Semalam, usai tadarus surat Ar-Rahman, mimpi tentang beberapa orang, ah tidak, semua yang pernah menjadi bagian dari kisah cintaku bermunculan satu persatu.

Dan aku harus menata hati ini agar tetap tenang karena aku sudah berusaha keras untuk melupakan kisah-kisah itu, setidaknya menenggelamkan kenangan-kenangan itu.

Usai subuhan, seperti biasanya, aku bertadarus sejenak. Kali itu aku membaca surat Al-Imran. Entah mengapa, bayang satu orang yang memang mengambil sebagian besar ruang hati ini mendadak terbayang jelas dalam ingatan. Masa-masa lalu yang sudah kucoba pendam tiba-tiba menguar begitu saja. Tanpa bisa aku tahan, air mata itu mulai berjatuhan.

Aku berusaha untuk menenangkan hati dan kembali fokus pada apa yang tengah ku tadaburi, akan tetapi yang terjadi, air mata itu kian membanjir, membasahi pipi. Malu, sungguh aku malu pada pemilik surat cinta yang tengah ku baca. Aku malu pada gusti ALLAH. Bukannya menangis karena mentadaburi suratnya, aku justru menangisi kenangan yang nyata-nyata hanya menjadi seonggok kepingan masa lalu.

Setelah berjuang keras untuk tidak menangisi hal itu, aku berhasil menyelesaikan surat tersebut. Usai tadarus, lekas aku ambil Al-Quran terjemahan untuk melihat arti dari surat yang tadi ku baca. Sontak tubuhku lemas seketika membaca arti dari surat tersebut. Arti dari satu ayat yang menjadi lantaran aku menangis.

And those who, when they commit an immorality or wrong themselves [by transgression], remember Allah and seek forgiveness for their sins - and who can forgive sins except Allah ? - and [who] do not persist in what they have done while they know.
(Q.S. Al-Imran : 135)

Malu semakin besar saja. Berulang kali ku lafalkan istighfar dalam sujudku. Terbayang dalam ingatanku begitu banyak dosa telah bergelimang dalam hidupku, dan aku masih bisa menangisi orang yang membawaku melupakanNYA?

Rasa-rasanya aku sudah tidak memiliki harga diri dihadapan penciptaku. Tapi sekali lagi DIA masih memberiku kesempatan untuk mengingatNYA, mengingat lagi apa yang sudah kulakukan selama ini. Duh Gusti, paringono gangsar gampang lelampahan urip kulo, mugi kulo biso tansah memuji marang keng Gusti.

Di bulan yang suci dan penuh rahmat, bulan Ramadhan ini, semoga aku bisa kembali menemukan cahayaku karena cahaya yang sekarang ini mulai redup. Semoga masih ada waktu untuk mengarungi jalan yang benar-benar ada pembenaran dari titahNYA. Semoga.