Laman

Selasa, 18 Agustus 2015

3 Minutes Injury (Streaming) Time

Malam ini super duper ngeselin banget ah. Modem sih iya udah dicolokin, udah diconnect-in tapi nggak connect-connect, ini modemnya yang nggak peka atau yang punya yang error ya? Dengan semangat 45 - karena masih dalam nuansa kemerdekaan - aku restart lah netbook yang sebenarnya tidak bersalah ini.

Yups, akhirnya sambil nunggu netbook kembali hidup dengan kecepatan booting yang sekelas kura-kura, hanya bisa ngikutin streamingan dari kesayangan. Half time. Masih kosong-kosong. Sama seperti sinyal di modemku. Kosong.

Selidik punya selidik, ternyata settingan yang kupakai salah. Karena kartu yang ada di modem berbeda dengan settingan provider di modem. Aaarrgggghhh... berasa pengen lempar nih netbook ke tembok. Tapi sayang, daripada waktu kebuang hanya demi meratapi keteledoranku yang lumayan parah dan tidak manusiawi ini, terpaksa mulai nyambungin koneksi dari awal lagi, buka blog, dan error.

Payah.

Mau nggak mau tetep ngandalin streamingan dari kesayangan. Gol di menit 64 yang dicetak Agung Suprayogi. Waaaaa, makin nggak sabar deh. Refresh terus browsernya, berharap widget elja radio yang kupasang kembali normal.

Dan pada akhirnya, menit-menit akhir pertandingan, mulai terdengar suara menggelegar dari netbook yang semula senyap. Itu karena aku lupa kalau volumenya kusetel maksimal. Duh, bikin geger dan panik aja. Akhirnya bisa streamingan di menit-menit akhir. Tepat masuk 3 menit injury time.

Daaaannnn....

Nyaris, bener-bener nyaris, bikin deg-degan banget, baru juga streamingan udah disuguhi sama tendangan pojok. Lah, gol pula. Untung aja offside. Alhamdulillah, offside. Peluit akhir pertandingan dibunyikan. Hurraayyyy.... benar-benar bergembira. Poin tiga. Terimakasih Super Elja.


Chant mulai berkumandang, semakin membuat rindu untuk mengawal sang kebanggaan. Semoga akhir pekan ini aku bisa memanfaatkan kesempatan untuk bertandang ke kota Madiun untuk mengawal punggawa berjuang. Semoga.

Sabtu, 15 Agustus 2015

Come On Super Elja, Merdeka!

Madiun. Sebenernya aku rada antipati banget sama nama kota yang satu ini, why? Hahahha, kalian nggak harus tahu deh, tapi rasanya emboh banget kalau mau ke kota ini. Tapi kalau mau tahu banget bisa simak di sini. Bukan masalah ke kota Madiunnya sih sekarang, kalau ada waktu udah aku pastikan kesana untuk mengawal sang kebanggaan berlaga di piala Kemerdekaan.

Tapi apa mau dikata, deadline adalah sebuah kata yang tidak bisa ditawar lagi. Pengen sebenarnya ambil cuti, ambil nggak ya, boleh diambil nggak ya. Humh, jadi bingung sendiri dah ah. Padahal kangennya sampai banget banget bangeeetttt. Udah berkali-kali uji coba terlewatkan karena waktunya emang belum selesai jam kerja jadi nggak bisa seenaknya pergi gitu aja. Dan sekarang, pengennya ambil cuti yang sama dengan hari liburnya kesayangan buat datang kesana bareng-bareng.

Tapi, entahlah....

Meski begitu, apapun yang terjadi, doa ini selalu mengalir untuk kebanggaanku. PSS Sleman.

Come On Super Elja!!!

One Week With Hayyana

Ada yang mau ku bagi cerita tentang kesibukanku satu minggu ini. Ya sebenarnya bukan aku seutuhnya yang sibuk karena I’m just a little part of this program. Yeah, minggu ini adalah minggu yang paling super duper sibuk, kenapa? Karena pada hari Selasa (11/08/2015) malam tepatnya pukul 23.59 WIB adalah penutupan Hayyana Photo Contest. And well to the well, secara praktis emang semua tim wajib turut serta mendokumentasikan kegiatan dan membuat back-up data dari Hayyana Photo Contest.

sibuk milih pemenang kontes pun masih bisa nyempetin eksis bareng
And you know what? We’re ladies team pulang dari kantor pada pukul 22.00 WIB. Perempuan tangguh bener dah – hahaha, lebay yes – pulang malem jam segitu menembus dinginnya angin yang sebenarnya kata pak dokter nggak baek buat kesehatan. Tapi, itu semua dilakukan demi kelancaran agenda kami.

Hari pun berlanjut, setelah penutupan tentu saja ada penggodhokan materi kontes yaitu foto-foto peserta kontes yang akan masuk dalam penilaian. Setelah wara-wiri ke kraton, aku pun ikut nimbrung temen-temen yang tengah sibuk memilih mana kontestan yang memang memenuhi syarat ketentuan dan layak untuk dimenangkan. Seru sekali dalam pemilihan itu. Saking serunya, aktivitas itu harus dipending karena malam kembali menyapa dan masih ada agenda yang harus diselesaikan.

Hari berikutnya, tepatnya hari pengumuman pemenang. Super duper sibuknya masyarakat bener, dari pagi hingga sore mengotak-atik pemilihan pemenang dan membuat rangkaian berita dan desain untuk menampilkan pengumuman pemenang. Semua berjalan lancar berkat kerjasama tim.
gapura cantik menuju panggung terbuka Ramayana Ballet tempat Grand Launching Hayyana

Dan tidak berhenti sampai disitu saja lho, karena hari Jumat adalah puncak acara untuk launching Hayyana. Yups, pagi jam 7 aku sudah stand by di kantor untuk prepare menuju Prambanan tempat diadakannya pers conference dengan rekan-rekan media yang akan menyiarkan berita mengenai launching Hayyana.

Acara yang dijadwalkan pukul 09.00 WIB itu pun sedikit molor namun terbilang sukses karena rekan-rekan media begitu antusias meliput pers conference tersebut. Agenda siang ini berjalan lancar. Dan untuk acara puncak, great gaeeeesss, kudu pulang dulu untuk ganti kostum dengan ala-ala gold gitu, cuma punya batik sih, dipaduin sama jilbab yang gak gold-gold amat, tapi cukup aman lah untuk dibilang touch of gold. Meski mungkin emas yang udah pudar gitu. Hahahaha.

Saat itu jalan menuju Prambanan amat sangat macet sekali banget karena berbarengan dengan konvoi moge (entah itu motor gedhe ataupun motor gebleg, entah). Sampai disana tepat jam 18.00 WIB dan ikut riweuh-riweuh dengan teman-teman yang sudah disana duluan. Lalala, mulai dari acara wisata kuliner ketika dinner di Rama Shinta Resto, kemudian duduk nungguin kontestan yang mau ambil goodie bag, lalu nyelonong masuk untuk ikut ngeliat acara drama musikal.

Acaranya keren, keren banget dah, keren banget, apalagi temen-temen mulai nyeletuk tentang pemeran rusa yang ada di drama musikal tersebut sangat luwes ketika menari, kita tertawa gemes melihat tingkahnya. Pulangnya, aku bingung sendiri sih sebenarnya, teman-teman semua membawa goodie bag sementara aku hampa. Bingung mau minta siapa atau ngambil dimana. Walhasil langsung pulang demi ngejar pintu gerbang kost agar gak keburu ditutup.

Pertunjukan drama musikal bersama Lea Simanjuntak


Kebawa mimpi sih kepengennya goodie bag itu, cuman waktu di mimpi aku dapet goodie bagnya, dikantor tapi. Dan berasa de javu banget, tadi nemuin sekotak goodie bag – dalemnya sih beda-beda, tapi aku cuma ambil yang sesuai kayak punya temen2, nggak ambil yang lengkap – yang teronggok merana di pojokan.


Goodie bag unyu hayyana
Yaayyy, langsung dicobain deh, wanginya khas banget, kentel sama nuansa tradisional. Secara ya aku paling sukak sama yang berbau-bau tradisional gitu, bahkan kecanduan sama yang namanya jamu pahitan serta kunyit asam. Ketika dipakai, produk hayyana yang deep cleanser ini nyaman banget ketika diaplikasikan ke kulit, aromanya juga seger dan menenangkan. Baru pertama kali coba lho ini, rasanya dah halus banget – padahal aslinya kulitku kering dan gersang kayak hatiku – dan rileks. Untuk cerah ataupun enggak nanti hasilnya belum tahu sih. Pokoknya hari pertama nyobain deep cleansernya hayyana well to the well banget, jadi pengen nyobain produk hayyana yang lain ini mah.

Rabu, 27 Mei 2015

Semoga Gunungkidul Berw184wa


Rasanya indah sekali pagi ini, diawali dengan pesan singkat darimu, kemudian kenyataan bahwa hari ini kampung halamanku tercinta bertambah usianya satu. Ya, diulang berapa kali pun tetap sama saja, selamanya kampung halamanku ini memang indahnya sungguh luar biasa. Tak ayal dia disebut The Hidden Paradise of Java. Bagaimana tidak, beragam obyek wisata seolah menjamur dan mulai menampakkan wujudnya.
Siapa yang tidak kenal dengan curug-curugnya yang indah, gunung api purba yang megah, belum lagi dengan embung-embung yang memukau, tak pelak lagi, sudah berapa puluh pantai yang memanjakan setiap wisatawan yang berkunjung ke kabupaten Gunungkidul?
Namun belum lagi rasa bahagia itu muncul, kabar tak sedap yang berhembus sejak beberapa hari yang lalu kini terkuak kembali. Apakabar hai kalian yang mencoba berinvestasi di tanah kami?
Dengarlah debur ombak yang menantangmu untuk tidak mengambil langkah terlalu berani. lihatlah pasir putih yang terhampar, seolah membukakan mata kalian bahwa keindahan ini seharusnya tetap putih tanpa ternoda. Dan semua tiba-tiba menjadi pias oleh kabar penggusuran warga.
Well, mungkin tidak ada yang mau dibilang menggusur. Intinya tetap memaksa untuk pergi kan ya?
Berapa tahun sih aku pernah menyambangi salah satu pantai dan membicarakan masa depan pantai tersebut. Pembangunan. Kata mereka itu adalah pembangunan untuk memberikan kenyamanan pengunjung yang tengah bercengkerama dengan alam.
Helloooo... kemana kamu selama ini? Alam tak pernah memintamu untuk datang, apabila kamu merasa terpanggil, cobalah untuk sekedar berkata, "terimakasih, tidak akan ku usik keindahanmu ini,"
Ah, mungkin memang bukan kalian para wisatawan yang terhormat, namun mereka yang mencoba menghitung koin-koin sebanyak pasir dipantai itu untuk masuk kedalam kantung mereka yang tak pernah penuh itu.
Jika masih peduli, yuk singsingkan lengan kalian, entah kamu, kamu yang merasa salah satu dari bagian kami, bagian kabupaten tercinta ini, bagian dari yang peduli pada alaminya alam, saatnya perjuangkan hak warga untuk tetap tinggal di sekitaran pantai Watu Kodok.
Apalagi tepat di moment bahagia ini, semoga Gunungkidul selalu Handayani.

Rabu, 20 Mei 2015

Sleman (Memang) El39an

Hari ini adalah hari bahagia sleman fans di seluruh penjuru dunia. Bukan hanya dari kalangan suporter saja, nyatanya dari pihak pemain dan yang lainnya pun turut menyambut hari ini dengan penuh bahagia.

Seolah memang sudah direncanakan jauh-jauh hari, perayaan yang sekedar ucapan melalui timeline sosial media pun membludak. Membuncahkan perasaan kami semua. Namun, ada hal lain yang direncanakan tak berjalan semestinya.

Perhelatan laga persahabatan sebagai bentuk perayaan hari lahir PSS Sleman yang kini berusia 39 harus dibatalkan karena dari pihak lawan mengaku tidak mengagendakan laga dengan PSS Sleman. Entah ada rasa kecewa atau tidak dari kami, namun tetap saja selalu ada harapan yang tersisa ketika semua berjalan tak sesuai kenyataan.

Mereka, yang pernah berjuang bersama namun harus tersingkir karena sebuah cela, nyatanya masih begitu dinanti oleh kami semua. Ya, kangen, perasaan yang selalu hadir jika mendengar nama mereka menggaung dalam benak kami.

Dan kini, ketika memang sudah waktunya PSS Sleman terbang tinggi, harus sejenak melemah bersama dunia sepakbola tanah air yang seolah menggeliatpun enggan. Di puncak tempat kami berdiri, jauh memandang luas dimana semua memang tengah berjuang dalam denyut yang diam, boleh jadi ini bentuk refleksi untuk menjadi yang terbaik di musim berikutnya.

Segenap doa kami haturkan untuk masa depan sang pahlawan, sang kebanggaan.

Saatnya Terbang Tinggi PSS Sleman, Kami bersamamu.

Minggu, 10 Mei 2015

(Bukan) Akhir dari Kisah Ini



Tak ada yang mengerti seperti apa akhir dari sebuah kisah. Sama seperti yang terjadi kemarin sore ketika PSS berlaga. Tidak ada yang mengetahui akhir pertandingan seperti apa dan tidak ada yang mengerti bahwa laga itu adalah yang terakhir sebelum dibubarkan.

Yang ku tahu bahwa, aku yang sepagi sampai siang menembus jalan menuju Kulon Progo demi menghadiri upacara pernikahan sahabatku, harus sesegera mungkin berangkat ke Stadion Maguwoharjo. 
Jam menunjukkan pukul 3 sore ketika aku dan mbak Yanti berhasil sampai ke rumah Ayah. Dan segera berangkat dari sana menuju stadion. Kali ini, aku membawa motor sendiri, tidak seperti dulu yang harus antar-jemput.

Ada beberapa pasang mata yang menatap aneh padaku dan mbak Yanti. Ya mungkin karena kostum kami yang lain daripada yang lain. Mau tidak mau aku masih mengenakan kostum kondangan dan hanya menambahkan kaos Sud Montagna serta syal BCS saja. 

Sampai di stadion, tepat sebelum laga dimulai. Entahlah, kali ini memang lain rasanya. Mungkin karena posisi kami yang sedikit bergeser ke tengah dan tidak lagi di sisi barat tribun. Semua lantang bernyanyi mengumandangkan lagu “Sampai Kau Bisa”.

Laga dimulai, baru beberapa menit saja sudah gawang kami sudah kebobolan. Rasanya sakit sekali. Suara kami makin menggelegar hingga akhirnya menyamakan kedudukan. Hal yang paling bikin aku jengkel di stadion hanyalah asap rokok dan entah asap-asap apa lagi yang muncul ketika semua sedang sibuk nge-chant. Sesak nafas jadinya dan tidak bisa ikut bernyanyi.

Ketika kami diminta untuk memutar badan menghadap belakang tanpa melihat pertandingan, satu gol kembali ditelan gawang kami. Pahit sekali rasanya. Permainan pun terasa semakin panas dan cenderung kasar.

Hingga detik-detik akhir, akhirnya gol kembali dilesakkan oleh salah satu punggawa Sleman. Riuh kembali berdengung, semua bersorak gembira, tidak ada kata kalah untuk sore ini. Sampai akhirnya ketika laga selesai, dan kali ini di akhir laga ketika para punggawa berbaris menyapa kami, kami menyambutnya dengan lagu “Sampai Kau Bisa”.

Terharu. “Rasanya seperti dinyanyikan lagu romantis sama pacar ya mbak?” bisikku pada mbak Yanti. Ketika lagu tersebut selesai, pemain mulai beranjak meninggalkan stadion, kami melepasnya dengan lagu “Padamu Sleman”. Taji kembali menghadap tribun selatan, merangkul Dicky, dan Batak turut bergabung disusul Rasmoyo.

Perasaanku melihat mereka berempat susah diungkapkan dengan kata-kata. Ingin menangis rasanya. Rasa tulus dan setia mereka pada PSS Sleman begitu lekat dan terasa utuh. Begitu lagu selesai. Tak berapa lama sisi barat tribun selatan kembali berteriak, menyerukan satu nama yang sudah lama kami rindukan. “Hey Monieaga, Monie Monieaga,” seruan itu berkumandang saling bersahutan.

Letupan rasa bahagia kami sore itu, dibayar dengan keputusan pembubaran oleh manajemen. Dan, rasanya itu seperti belum jadian tapi sudah jadi mantan. Dan harus ku akui, kisah cintaku sama seperti itu akhirnya. Namun, bedanya aku sudah tahu bahwa akan seperti ini akhirnya.

Entahlah, pada dasarnya tidak ada yang mengerti semua akan berakhir seperti apa.  Di hati ini tetap satu nama, PSS Sleman.

Senin, 20 April 2015

Kartini Tidak Hanya Sebatas Konde dan Kebaya

Sekali lagi perempuan di Indonesia merayakan hari Kartini. Sebagai bentuk penghargaan kepada seorang wanita yang berani menghapuskan budaya pingitan pada masanya. Memang sangatlah sulit menghapuskan budaya yang melekat erat seperti darah yang mengalir pada nadi. Namun melihat keadaan perempuan jaman sekarang, boleh dikatakan miris sekali.
Memang tidak boleh mengambil kesimpulan secara pukul rata kepada semua wanita, namun melihat kondisi perempuan muda masa kini amatlah mengenaskan.
Setelah beratus tahun pendidikan pada perempuan diberikan, nyatanya sekarang perempuan terdidik tak lagi terlihat sebagai perempuan berpendidikan. Apakabar perempuan muda yang kini bangga disebut kimcil? Disebut cabe-cabean? Apakabar perempuan yang seolah begitu tangguh dengan gang-nya? Mereka lupa atau memang seolah menutup mata akan keadaan mereka?
Sekarang ini, hari Kartini hanyalah sebatas kebaya dan konde secara massal. Meriah dengan segala bentuk perayaan. Sekali lagi pembahasan yang tertuju adalah pada moral. Apakah akan tetap seperti ini keadaan wanita masa kini?
Masih ingatkah dengan kematian Kartini ketika melahirkan anak pertamanya di usia yang begitu muda, 25 tahun? Sedangkan saat ini, siapa sangka yang melahirkan anak pertamanya atau bahkan yang menggugurkan anak pertamanya adalah anak usia belasan tanpa surat nikah yang dipegang. Oh, haruskah kita menggali kubur Kartini dan membiarkannya melihat seperti apa keadaan perempuan masa kini setelah dia bersusah payah membangun dunia bebas berpendidikannya?
Kartini memperjuangkan pendidikan bukan untuk kebebasan seorang perempuan. Bukan. Dalam pemikiranku, Kartini lebih cerdas dan berpandangan jauh kedepan tentang langkahnya itu. Kartini hanya ingin perempuan dimasanya tidak dianggap bodoh dan sebatas konco wingking. Hanya itu saja yang diinginkan Kartini. Bukan tentang perempuan yang ingin merasa lebih daripada laki-laki. Bukan tentang perempuan yang bebas bergaul tanpa mengindahkan moral dan etika. Bukan tentang perempuan yang menindas laki-laki, merasa superior ketika melihat laki-laki begitu tunduk dengannya. Bukan.
Sementara sekarang ini yang terjadi, perempuan berpendidikan justru bersikap masa bodoh dan hanya memberikan peluang masa depannya sebagai konco wingking. Kemarilah kawan, coba lihat ke depan. Rangkul setiap perempuan disekitarmu, bimbing bersama untuk mewujudkan mimpi Kartini, mimpi kita bersama. Bukan dengan seperti ini yang seolah menghancurkannya.
Kerjakan apa yang memang menjadi kewajiban kita. Menjadi anak perempuan yang baik bagi ayah kalian. Menjadi perempuan yang baik dalam pergaulan. Menjadi perempuan yang baik dalam berumah tangga.
Berubahlah menjadi wanita tangguh, dimana pendidikan bukan tentang meninggikan pengetahuan kita namun justru merendahkan moral kita. Kita tetaplah wanita yang mengedepankan perasaan. Kita hanya mengantungi ilmu demi anak kita, karena kita adalah garda depan pendidikan anak-anak kita nantinya.
Perkuat lenganmu, karena disana akan banyak orang bersandar. Suamimu yang merasa letih dengan pekerjaannya, anak-anakmu yang meminta rasa kasih sayang, dan juga beragam keluhanmu sendiri yang kalian hadapi setiap hari.
Ingatlah kawan, hari Kartini bukan hanya sebatas konde dan kebaya. Ini masih tentang refleksi moral dan perilaku kita.