Laman

Rabu, 24 September 2014

Karena Sekali Cinta, Tetap Cinta

Hari ini (24/9) menjadi hari yang super duper sibuk. Rencananya mau ke kampus untuk nyari tanda tangan dosen. Dan sesuai dengan dugaan, dosen yang satu mau tanda tangan, dosen yang satunya keukeuh nggak mau tanda tangan. Well, akhirnya memutuskan untuk skip saja, dan langsung janjian dengan pak dekan. Meski diawali dengan perdebatan panjang karena salah satu dosen itu nggak mau tanda tangan, akhirnya beliau mau tanda tangan dan fix, dosen yang itu skip saja.

Ketika mau pulang, sempet mampir ke stand temen-temen yang lagi membuka pendaftaran anggota baru. Disana sembari ngerjain kerjaanku yang tertunda, akhirnya ngobrol-ngobrol dengan semuanya. Kebetulan salah satu temenku itu Sleman Fans, dan kami membahas awaydays banyuwangi hari itu. Salah satu temenku yang lain nyeletuk, “halah, kamu itu Des, baru kapan kenal PSS? kalau nggak ada BCS juga kamu nggak bakalan suka,”

Sebetulnya kata-kata itu cukup menampar aku, saat itu rasanya kesetiaanku diragukan. Memang ku akui, hal pertama yang membuatku suka atmosfer di maguwoharjo adalah kawan-kawan BCS. Tapi apalah artinya mengagumi BCS tanpa mencintai PSS? Itu semacam pacaran tapi nggak suka sama keluarga besar si pacar.

Dalam diam sembari focus pada kerjaanku, aku terus berfikir, apa iya aku kayak gitu? Apa iya kalau misalnya nggak ada BCS aku nggak suka sama PSS?

Tapi aku ingat, ada sebuah ungkapan, “ketika kamu meragukan cintamu, ingatlah pertama kali kalian bertemu dan merasakan debaran jantung itu,” dan aku ingat sekali pertama kali aku nonton PSS yang saat itu lawan persijap, aku memang sudah tertarik dengan permainan mereka. Dan kawan-kawan BCS adalah pemanis dari semua itu. Sekali aku cinta, selamanya akan tetap cinta. Bukankah itu sudah cukup syahdu?

Dan sore ini mereka berlaga, siap membuka pintu menuju delapan besar. Ternyata Martapura dan Gubin imbang, itu berarti apapun hasilnya di banyuwangi, PSS bakalan lolos ke delapan besar. Tapi, bukankah akan lebih menyenangkan jika menang dan mitos jago kandang terpecahkan? Dan hasil akhir menunjukkan bahwa PSS benar-benar layak untuk membuka gerbang delapan besar dengan raihan poinnya.

Selamat ya kesayangan. Dalam doaku selalu ada namamu. Semoga kemenangan kalian diberkahi. Aamiin.

Wonderful Saturday Night

Malam minggu kemarin rasanya terlalu romantis untuk dilewatkan begitu saja. Datang ke stadion maguwoharjo untuk melihat kesayangan berlaga. Dan malam ini, mbak yanti ikut nonton. Sebenarnya sudah datang lebih awal dari biasanya, karena memang kami ingin ada di bagian tengah tribun. Tapi ternyata, kami kurang beruntung, bagian tengah benar-benar sudah penuh sesak. Tak berapa lama ketika kami sampai, lampu stadion di matikan, kemudian disambut nyala korek api dan sinar hape. Kalian pernah singgah di bukit bintang, patuk? Ya seperti itulah suasananya. Dengan chant yang membahana, suasana kian syahdu saja.

Kemudian kami bergerak menuju tempat biasanya, tribun selatan sebelah barat dekat sudut patahan. Duduk kami berenam. Memandang jauh ke tengah lapangan. Dan laga sudah siap dimulai. Permainan begitu ketat dan kedua tim benar-benar ngeyel untuk saling mengalahkan. Aku benar-benar dibuat tegang sekaligus sempat kecewa ketika hadiah pinalti itu disia-siakan oleh guy junior. Hingga turun minum, rasa kecewa itu masih tertanam dalam di hati ini. Menggerutu iya. Kesal iya. Tapi mau bagaimana lagi? Ini gagal.

Belum lagi tribun utara pojok timur yang mulai bentrok dengan supporter gubin yang ada di tribun timur pojok utara. Semakin menambah suasana menjadi kalut saja.

Babak kedua dimulai, dan aku sudah mulai mbrebes mili lagi ketika tim kesayangan belum juga melesakkan bola ke gawang lawan. Akhirnya kesempatan itu datang, tendangan bebas yang di eksekusi Waluyo berhasil membuahkan gol. Mbak yanti meluk aku, aku nangis dipelukannya. Benar-benar mendebarkan sekali pertandingan ini. Kemudian dilanjutkan gol dari guy. Selamat ya, akhirnya kamu bisa membuktikan pada kami untuk tak meragukan kemampuanmu.

Gol terakhir, gol terindah di pertandingan ini menurutku. Gol dari sang kapten, Anang Hadi. Golnya begitu mengejutkan. Tenang, tapi tegas. Applause buat el capitano. Dan ketika peluit panjang berbunyi, tak ada gol balasan dari tim lawan. Terima kasih PSS Sleman. Malam minggu yang begitu menyenangkan. Selamat istirahat kesayangan.

Sabtu, 20 September 2014

Candle Light Soccer


Sudah lama banget nggak nyapa blog ini karena sibuk ngurusin blog orang lain. Pengen nyeritain laga PSS hari Selasa (16/9) kemarin deh. Laga yang bikin dag dig dug duer pokoknya. Apalagi waktu itu aku lagi demam gara-gara salah makan. Haduh. Kemarin-kemarin gak boleh maem bayem karena kalau abis maem pasti demam parah, sekarang ditambah nggak boleh maem sawi. Payah.

Seperti biasa lah, meski kabar suhu badan tetap nggak seperti biasa, luar biasa banget malah, panasnya. Kami (aku, ayah, yoga, nur sama mas harowi) biasanya duduk di tribun selatan pojok barat di sudut patahan, pengennya agak ke tengah gitu, tapi terlambat, udah penuh banget. Ya udin deh, kami di tempat semula.

Meski seperti pandawa, dimana aku arjunanya, hahaha, aku duduk diantara mereka. Ramai banget. Apalagi ketika laga dimulai, langsung diawali dengan koreo, aku hanya bisa sesekali ngechant, sesekali batuk, sesekali duduk, sesekali berdiri, sesekali mumet. Dengan kepala yang nyut-nyutan, nyoba bertahan, apalagi ngelihat para pemain dihantam sembarangan. Duh, air mata ini tiba-tiba meluap.

Aku cengeng. Iya, memang. Tapi ngelihat PSS yang tertatih-tatih gitu dan hampir habis babak pertama tetap saja tak ada gol yang dilesakkan ke gawang lawan, sakitnya tuh disini –nunjuk hati –dan aku hanya bisa nangis sambil terus bernyanyi. Pada akhirnya babak pertama selesai dengan hasil imbang.

Rasanya nggak karuan banget, kayak badanku. Tapi masih mencoba bertahan. Semoga di babak kedua nanti bisa mencetak gol. Meski diawali dengan keterlambatan wasit masuk lapangan, dan berbagai macam pelanggaran, akhirnya PSS dapat hadiah pinalty. Dan GOOOOLLLLLL!!!

Rasanya lega tak terkira. Cukup pertahankan ini dan semua baik-baik saja. Kemudian pelanggaran semakin keras meski jarang keluar kartu dari wasit, membuat beberapa botol air minum melayang ke lapangan ataupun bench tim tamu. Ketika hampir masuk waktu selesai, sang kiper gemes itu terkapar, dan harus diganti. Tak berapa lama peluit berbunyi nyaring dan panjang. Laga terselesaikan. Dan kita menang, kiper gemes Herman Batak yang tadinya ku pikir cedera itu langsung berlari menuju kiper pengganti yang masih di bawah tiang gawang. Aku cuma bisa bengong.

Tapi kebahagiaan itu ternoda oleh ributnya tribun VIP, disana pecah sudah. Bentrok lah dengan aparat keamanan. Kemudian, sesuatu yang ku fikir kembang api itu melesat. Menuju tribun barat pojok selatan dan lewat, kemudian berhenti di tribun selatan pojok barat. Aku kira itu memang benar-benar kembang api. Tapi satu lagi melayang lewat di sampingku agak jauh ke belakang, keluar. Aku masih bertanya-tanya, darimana polisi itu mendapat kembang api. Dan semua berubah ketika udara pedas dan sesak itu menyerang. Ternyata yang ditembakkan polisi adalah gas airmata. Aku hanya ikut saja ketika temanku menyeretku untuk keluar. Lagi pula aku sudah tidak tahan dengan pedihnya mata dan sesak di tenggorokan.

Sampai di luar kami memutuskan pulang. Tapi ternyata ada satu yang terlewatkan. Yaitu tradisi menyanyikan padamu sleman bersama para punggawa, ternyata lampu didalam dimatikan, dan tribun selatan dipenuhi bintang-bintang. Entah itu dari nyala korek api atau nyala hape. Sungguh romantis. Berasa candle light dinner bersama pacar. Dan ini lebih dari romantis. Terima kasih PSS. I cant stop falling in love with you.

Jumat, 05 September 2014

Tergantung di Penghujung

 Senin (1/9) merupakan hari penting yang harusnya menjadi penghujung studiku. Dan entah mengapa mungkin harus ku tunda arti kata penghujung tersebut, karena memang belum pada titik ujung ku temui akhirnya. Hari ini merupakan jadwalku ujian sidang, akan tetapi salah satu dosen pembimbingku justru tidak dapat hadir.

Pagi harinya, setelah susah payah memaksakan diri untuk mau belajar, dan tetap saja tidak bisa belajar, aku berangkat ke kampus. Disana sudah ada mbak Narni, sementara Esti belum nampak batang hidungnya. Seharusnya Rini juga sudah ikut ujian, akan tetapi karena terkendala nilai mata kuliah pra syaratnya belum memenuhi syarat lulus, maka dia terpaksa melakukan ujian perbaikan terlebih dahulu.

Jam sembilan tepat mbak Narni masuk ke ruang ujian, sementara aku dan Esti menunggu diluar dengan perasaan risau. Satu jam berlalu, mbak Narni pun keluar dari ruang ujian, itu berarti tak berapa lama lagi giliran Esti. Ketika Esti masuk ruang ujian, giliranku yang galau luar biasa di luar ruangan. Lebih cepat dari mbak Narni, Esti keluar sekitar tiga puluh menit kemudian. Aku buru-buru mencari dosen pembimbingku untuk mengujiku.

Giliranku masuk, jantungku langsung saja bereaksi, berdetak lebih kencang dari biasanya, dan keringat dingin pun mengucur. Lancarkanlah Tuhan, batinku. Mulai dari presentasi dan beberapa pertanyaan pun ku jawab dengan gugup. Beruntung beberapa kali dosen pembimbingku membantuku melakukan pembelaan. Aku merasakan sedikit lega.

Ketika keluar dari ruangan, tepat ketika pintu baru saja dibuka, aku melihat mereka. Melihat kawan-kawanku sudah duduk rapi di depan ruangan menungguku, perasaan yang masih gugup, bingung dan kalut bercampur jadi satu. “Des, mukamu pucet banget,” celetuk salah satu temanku. Aku masih linglung.

Tak berapa lama suasana cair dan aku kembali dalam kesadaranku. Akan tetapi sedikit kekalutan muncul di benakku, sebelumnya mbak Narni dan Esti tak lama dipanggil untuk mengambil berkas skripsi yang sudah dikoreksi,sementara ketika giliranku memakan waktu cukup lama. Aku galau.


Tapi kemudian aku kembali mengucap syukur, ketiga dosen pengujiku memberikan selamat padaku, semoga nanti dosen pembimbingku yang belum hadir juga melakukan hal yang sama padaku. Memberikan selamat sebagai penanda kelulusanku. Semoga. Aamiin.