Laman

Rabu, 24 September 2014

Karena Sekali Cinta, Tetap Cinta

Hari ini (24/9) menjadi hari yang super duper sibuk. Rencananya mau ke kampus untuk nyari tanda tangan dosen. Dan sesuai dengan dugaan, dosen yang satu mau tanda tangan, dosen yang satunya keukeuh nggak mau tanda tangan. Well, akhirnya memutuskan untuk skip saja, dan langsung janjian dengan pak dekan. Meski diawali dengan perdebatan panjang karena salah satu dosen itu nggak mau tanda tangan, akhirnya beliau mau tanda tangan dan fix, dosen yang itu skip saja.

Ketika mau pulang, sempet mampir ke stand temen-temen yang lagi membuka pendaftaran anggota baru. Disana sembari ngerjain kerjaanku yang tertunda, akhirnya ngobrol-ngobrol dengan semuanya. Kebetulan salah satu temenku itu Sleman Fans, dan kami membahas awaydays banyuwangi hari itu. Salah satu temenku yang lain nyeletuk, “halah, kamu itu Des, baru kapan kenal PSS? kalau nggak ada BCS juga kamu nggak bakalan suka,”

Sebetulnya kata-kata itu cukup menampar aku, saat itu rasanya kesetiaanku diragukan. Memang ku akui, hal pertama yang membuatku suka atmosfer di maguwoharjo adalah kawan-kawan BCS. Tapi apalah artinya mengagumi BCS tanpa mencintai PSS? Itu semacam pacaran tapi nggak suka sama keluarga besar si pacar.

Dalam diam sembari focus pada kerjaanku, aku terus berfikir, apa iya aku kayak gitu? Apa iya kalau misalnya nggak ada BCS aku nggak suka sama PSS?

Tapi aku ingat, ada sebuah ungkapan, “ketika kamu meragukan cintamu, ingatlah pertama kali kalian bertemu dan merasakan debaran jantung itu,” dan aku ingat sekali pertama kali aku nonton PSS yang saat itu lawan persijap, aku memang sudah tertarik dengan permainan mereka. Dan kawan-kawan BCS adalah pemanis dari semua itu. Sekali aku cinta, selamanya akan tetap cinta. Bukankah itu sudah cukup syahdu?

Dan sore ini mereka berlaga, siap membuka pintu menuju delapan besar. Ternyata Martapura dan Gubin imbang, itu berarti apapun hasilnya di banyuwangi, PSS bakalan lolos ke delapan besar. Tapi, bukankah akan lebih menyenangkan jika menang dan mitos jago kandang terpecahkan? Dan hasil akhir menunjukkan bahwa PSS benar-benar layak untuk membuka gerbang delapan besar dengan raihan poinnya.

Selamat ya kesayangan. Dalam doaku selalu ada namamu. Semoga kemenangan kalian diberkahi. Aamiin.

Wonderful Saturday Night

Malam minggu kemarin rasanya terlalu romantis untuk dilewatkan begitu saja. Datang ke stadion maguwoharjo untuk melihat kesayangan berlaga. Dan malam ini, mbak yanti ikut nonton. Sebenarnya sudah datang lebih awal dari biasanya, karena memang kami ingin ada di bagian tengah tribun. Tapi ternyata, kami kurang beruntung, bagian tengah benar-benar sudah penuh sesak. Tak berapa lama ketika kami sampai, lampu stadion di matikan, kemudian disambut nyala korek api dan sinar hape. Kalian pernah singgah di bukit bintang, patuk? Ya seperti itulah suasananya. Dengan chant yang membahana, suasana kian syahdu saja.

Kemudian kami bergerak menuju tempat biasanya, tribun selatan sebelah barat dekat sudut patahan. Duduk kami berenam. Memandang jauh ke tengah lapangan. Dan laga sudah siap dimulai. Permainan begitu ketat dan kedua tim benar-benar ngeyel untuk saling mengalahkan. Aku benar-benar dibuat tegang sekaligus sempat kecewa ketika hadiah pinalti itu disia-siakan oleh guy junior. Hingga turun minum, rasa kecewa itu masih tertanam dalam di hati ini. Menggerutu iya. Kesal iya. Tapi mau bagaimana lagi? Ini gagal.

Belum lagi tribun utara pojok timur yang mulai bentrok dengan supporter gubin yang ada di tribun timur pojok utara. Semakin menambah suasana menjadi kalut saja.

Babak kedua dimulai, dan aku sudah mulai mbrebes mili lagi ketika tim kesayangan belum juga melesakkan bola ke gawang lawan. Akhirnya kesempatan itu datang, tendangan bebas yang di eksekusi Waluyo berhasil membuahkan gol. Mbak yanti meluk aku, aku nangis dipelukannya. Benar-benar mendebarkan sekali pertandingan ini. Kemudian dilanjutkan gol dari guy. Selamat ya, akhirnya kamu bisa membuktikan pada kami untuk tak meragukan kemampuanmu.

Gol terakhir, gol terindah di pertandingan ini menurutku. Gol dari sang kapten, Anang Hadi. Golnya begitu mengejutkan. Tenang, tapi tegas. Applause buat el capitano. Dan ketika peluit panjang berbunyi, tak ada gol balasan dari tim lawan. Terima kasih PSS Sleman. Malam minggu yang begitu menyenangkan. Selamat istirahat kesayangan.

Sabtu, 20 September 2014

Candle Light Soccer


Sudah lama banget nggak nyapa blog ini karena sibuk ngurusin blog orang lain. Pengen nyeritain laga PSS hari Selasa (16/9) kemarin deh. Laga yang bikin dag dig dug duer pokoknya. Apalagi waktu itu aku lagi demam gara-gara salah makan. Haduh. Kemarin-kemarin gak boleh maem bayem karena kalau abis maem pasti demam parah, sekarang ditambah nggak boleh maem sawi. Payah.

Seperti biasa lah, meski kabar suhu badan tetap nggak seperti biasa, luar biasa banget malah, panasnya. Kami (aku, ayah, yoga, nur sama mas harowi) biasanya duduk di tribun selatan pojok barat di sudut patahan, pengennya agak ke tengah gitu, tapi terlambat, udah penuh banget. Ya udin deh, kami di tempat semula.

Meski seperti pandawa, dimana aku arjunanya, hahaha, aku duduk diantara mereka. Ramai banget. Apalagi ketika laga dimulai, langsung diawali dengan koreo, aku hanya bisa sesekali ngechant, sesekali batuk, sesekali duduk, sesekali berdiri, sesekali mumet. Dengan kepala yang nyut-nyutan, nyoba bertahan, apalagi ngelihat para pemain dihantam sembarangan. Duh, air mata ini tiba-tiba meluap.

Aku cengeng. Iya, memang. Tapi ngelihat PSS yang tertatih-tatih gitu dan hampir habis babak pertama tetap saja tak ada gol yang dilesakkan ke gawang lawan, sakitnya tuh disini –nunjuk hati –dan aku hanya bisa nangis sambil terus bernyanyi. Pada akhirnya babak pertama selesai dengan hasil imbang.

Rasanya nggak karuan banget, kayak badanku. Tapi masih mencoba bertahan. Semoga di babak kedua nanti bisa mencetak gol. Meski diawali dengan keterlambatan wasit masuk lapangan, dan berbagai macam pelanggaran, akhirnya PSS dapat hadiah pinalty. Dan GOOOOLLLLLL!!!

Rasanya lega tak terkira. Cukup pertahankan ini dan semua baik-baik saja. Kemudian pelanggaran semakin keras meski jarang keluar kartu dari wasit, membuat beberapa botol air minum melayang ke lapangan ataupun bench tim tamu. Ketika hampir masuk waktu selesai, sang kiper gemes itu terkapar, dan harus diganti. Tak berapa lama peluit berbunyi nyaring dan panjang. Laga terselesaikan. Dan kita menang, kiper gemes Herman Batak yang tadinya ku pikir cedera itu langsung berlari menuju kiper pengganti yang masih di bawah tiang gawang. Aku cuma bisa bengong.

Tapi kebahagiaan itu ternoda oleh ributnya tribun VIP, disana pecah sudah. Bentrok lah dengan aparat keamanan. Kemudian, sesuatu yang ku fikir kembang api itu melesat. Menuju tribun barat pojok selatan dan lewat, kemudian berhenti di tribun selatan pojok barat. Aku kira itu memang benar-benar kembang api. Tapi satu lagi melayang lewat di sampingku agak jauh ke belakang, keluar. Aku masih bertanya-tanya, darimana polisi itu mendapat kembang api. Dan semua berubah ketika udara pedas dan sesak itu menyerang. Ternyata yang ditembakkan polisi adalah gas airmata. Aku hanya ikut saja ketika temanku menyeretku untuk keluar. Lagi pula aku sudah tidak tahan dengan pedihnya mata dan sesak di tenggorokan.

Sampai di luar kami memutuskan pulang. Tapi ternyata ada satu yang terlewatkan. Yaitu tradisi menyanyikan padamu sleman bersama para punggawa, ternyata lampu didalam dimatikan, dan tribun selatan dipenuhi bintang-bintang. Entah itu dari nyala korek api atau nyala hape. Sungguh romantis. Berasa candle light dinner bersama pacar. Dan ini lebih dari romantis. Terima kasih PSS. I cant stop falling in love with you.

Jumat, 05 September 2014

Tergantung di Penghujung

 Senin (1/9) merupakan hari penting yang harusnya menjadi penghujung studiku. Dan entah mengapa mungkin harus ku tunda arti kata penghujung tersebut, karena memang belum pada titik ujung ku temui akhirnya. Hari ini merupakan jadwalku ujian sidang, akan tetapi salah satu dosen pembimbingku justru tidak dapat hadir.

Pagi harinya, setelah susah payah memaksakan diri untuk mau belajar, dan tetap saja tidak bisa belajar, aku berangkat ke kampus. Disana sudah ada mbak Narni, sementara Esti belum nampak batang hidungnya. Seharusnya Rini juga sudah ikut ujian, akan tetapi karena terkendala nilai mata kuliah pra syaratnya belum memenuhi syarat lulus, maka dia terpaksa melakukan ujian perbaikan terlebih dahulu.

Jam sembilan tepat mbak Narni masuk ke ruang ujian, sementara aku dan Esti menunggu diluar dengan perasaan risau. Satu jam berlalu, mbak Narni pun keluar dari ruang ujian, itu berarti tak berapa lama lagi giliran Esti. Ketika Esti masuk ruang ujian, giliranku yang galau luar biasa di luar ruangan. Lebih cepat dari mbak Narni, Esti keluar sekitar tiga puluh menit kemudian. Aku buru-buru mencari dosen pembimbingku untuk mengujiku.

Giliranku masuk, jantungku langsung saja bereaksi, berdetak lebih kencang dari biasanya, dan keringat dingin pun mengucur. Lancarkanlah Tuhan, batinku. Mulai dari presentasi dan beberapa pertanyaan pun ku jawab dengan gugup. Beruntung beberapa kali dosen pembimbingku membantuku melakukan pembelaan. Aku merasakan sedikit lega.

Ketika keluar dari ruangan, tepat ketika pintu baru saja dibuka, aku melihat mereka. Melihat kawan-kawanku sudah duduk rapi di depan ruangan menungguku, perasaan yang masih gugup, bingung dan kalut bercampur jadi satu. “Des, mukamu pucet banget,” celetuk salah satu temanku. Aku masih linglung.

Tak berapa lama suasana cair dan aku kembali dalam kesadaranku. Akan tetapi sedikit kekalutan muncul di benakku, sebelumnya mbak Narni dan Esti tak lama dipanggil untuk mengambil berkas skripsi yang sudah dikoreksi,sementara ketika giliranku memakan waktu cukup lama. Aku galau.


Tapi kemudian aku kembali mengucap syukur, ketiga dosen pengujiku memberikan selamat padaku, semoga nanti dosen pembimbingku yang belum hadir juga melakukan hal yang sama padaku. Memberikan selamat sebagai penanda kelulusanku. Semoga. Aamiin.

Minggu, 31 Agustus 2014

Elang Jawa Taklukkan Rajawali

Hari ini, Senin pagi (25/8), aku sudah harus bangun pagi-pagi untuk menuju bandara Adi Sucipto. Bukan untuk pergi kemana-mana, aku hanya datang kesana untuk bimbingan. Karena tidak ada motor, dan tidak ada boncengan, terpaksa meminta kakakku untuk mengantarkan kesana sebelum dia berangkat kerja.

Menunggu disana bersama keempat temanku yang lainnya, ternyata dosen pembimbingku hanya menyerahkan revisianku dan menandatangani buku bimbinganku, fix aku sudah bisa mendaftar ujian pendadaran.

Sepulang dari bandara, aku beburu menuju kampus untuk menemui dosen pembimbingku yang pertama, meminta kepastian untuk ujian. Dan berhasil, ingin teriak-teriak saking bahagianya. Baru saja aku keluar dari ruang dosen, salah satu anggota BDSM X PSS 1976 sudah siap menjemputku menuju gunungkidul.

Ya, hari ini PSS bakal main di gunungkidul, tepatnya di lapangan Triwanasakti, Semanu melawan Rajawali FC. Sesampainya di basecamp mereka, aku duduk sembari menanti kawan-kawan berkumpul. Aku – pendatang baru – hanya memandangi kesibukan mereka. Ada yang baru saja datang dari lapangan seusai memasang banner, ada yang sibuk mempersiapkan Giant Flag, ada yang sibuk menyambut tamu, dan aku hanya memandangi kesibukan mereka.

Siangnya, aku diajak untuk melakukan penjemputan Sleman Fans di gerbang selamat datang wonosari. Panas terik ternyata tak menyurutkan semangat kami, semangat mereka. Banyak juga yang datang, meski kata temanku, tidak sebanyak tahun kemarin. Sementara, tahun kemarin aku belum kenalan dengan PSS.

Kemudian kami bersama-sama menuju lapangan Triwanasakti. Disana bukan hanya bertemu dengan kawan-kawan lama ataupun sekomunitas, tapi seakan kopi darat juga dengan Sleman Fans yang sering mention-mentionan di twitter.

Bus yang mengangkut punggawa PSS sudah datang disambut sorak sorai dari Sleman Fans. Sementara pemain Rajawali FC juga mulai berdatangan setelahnya menggunakan sepeda motor masing-masing.

Oh iya, aku baru ingat kalau di Rajawali FC ada salah satu kakak kelasku dari SD sampai STM. Aku pernah naksir dia sebelum pada akhirnya dia marah padaku. Ketika melihat dia, aku jadi tertawa sendiri mengingat masa sekolah dulu.

Ketika peluit pertama berbunyi, dan suporter sudah memenuhi tepi lapangan, permainan dimulai. Duh, Gratheo dimainkan di babak pertama, manisnya. Permainan berlangsung datar saja, meski tak sedatar tanah lapangan yang sebenarnya retak-retak karena musim kemarau telah tiba. Tidak ada chant, suasana terasa hampa. Begitu memasuki perpanjangan waktu, kami mulai bernyanyi, aku berpindah dari dekat penjaga gawang ke dekat kumpulan teman-teman yang ada di samping tiang bendera.

Memasuki turun minum, kami sesekali bernyanyi, dan ketika babak kedua dimulai, kami bernyanyi Padamu Sleman, dan tak berapa lama Anang Hadi, Guy Junior dan Waluyo dimainkan. Mereka semakin bersemangat, permainan sang kapten pun terbilang luwes. Dan gol pertama dilesakkan, menyusul gol kedua.

Hingga selesai pertandingan, skor masih 2-0. Dan bomb smoke pun dinyalakan. Ketika itu temanku mengajakku foto bareng dengan punggawa Sleman. Tentu saja aku memilih foto dengan Gratheo, meski harus menunggu dia debat dulu dengan seseorang yang meminta kaosnya, aku akhirnya bisa foto bareng Gratheo. Senangnya.

Usai dari sana, kami mengawal Sleman Fans pulang. Menutup jalan untuk melancarkan perjalanan mereka. Dan musibah kecil terjadi, aki motor temanku tekor. Waduh, gimana pulangnya nanti? Sembari berfikir sambil makan di kedua rumah anggota BDSM X PSS 1976 yang sedang rasulan, kami mulai membicarakan banyak hal. Mereka semua ternyata seru-seru juga.

Tepat pukul sepuluh, kami kembali ke basecamp dan mulai meributkan caraku untuk pulang, terpaksa salah satu temanku mengantarku turun dan yang akinya tekor masih di atas. Perjalanan wonosari jogja yang biasanya satu jam pun entah hanya berapa menit kami tempuh. Mau bagaimana lagi, aku harus mengejar pintu gerbang sebelum benar-benar terkunci.

Tepat jam sebelas kurang seperempat aku sudah sampai, dan mereka juga masih sempat untuk menanyakan keadaanku. Terimakasih kawan, hari ini begitu menyenangkan.

Hadapi dengan Senyuman

Pertandingan dengan gengsi tinggi berakhir dengan skor sama 2-2 dan kedua klub mendapat point sama 1-1. Derby yogya memang cukup memanas ketika memasuki babak kedua, lepas dari pertandinganpun suasana masih terasa panas.

Beberapa titik dikabarkan bentrok, bahkan dua unit usaha milik Brigata Curva Sud (BCS) pun tak lepas dari sasaran amuk. Entah siapa pelakunya, yang diketahui adalah Curva Sud Shop (CSS) cabang Cebongan dan Tlagareja rusak. Bahkan CSS Tlagareja rusak parah, etalase hancur dan beberapa merchandise raib.

Dari sana mataku semakin terbuka lebar, mana suporter dewasa, mana suporter sok dewasa. Entah kenapa rasanya sakit luar biasa mendengar kabar itu. Panas hati ini mungkin sama dengan panas badanku. Tapi kami semua harus menghadapi ini dengan senyuman.

Semoga saja semua dapat kembali seperti semula dan yang menghancurkan kedua CSS tersebut mulai menyadari bahwa semangat kami tak kan mudah padam, seberapapun usaha mereka menghancurkan milik kami, yang kami lakukan adalah mandiri menghidupi apa yang menjadi kesayangan kami.

Soccer With(out) Supporter

Semalam panas tinggi menyerang, ku kira aku salah makan, padahal sepagi tadi aku sama sekali tidak makan bayam, hanya oseng-oseng sawi. Apakah sekarang aku juga tidak boleh makan sawi? Panas di badan semakin tinggi hingga menjelang tengah malam, dan tidak ada tanda-tanda suhu akan menurun. Hingga pagi menjelang (19/8), badan masih panas dan sedikit oleng untuk berjalan. Tapi tetap saja harus kupaksakan beranjak dari tempat tidur karena hari ini harus ke Universitas Sanata Dharma untuk bimbingan.

Beruntunglah hari ini semua berjalan lancar meski kemarin sore sudah dimarah-marah oleh dosen pebimbing karena aku lupa melampirkan daftar pustaka. Tapi tetap saja, dalam hati merasa was-was karena aku harus mengejar ujian pendadaran akhir bulan ini.

Belum lagi nanti sore PSS berlaga dan tandang ke Mandala Krida. Duh, tadi pagi ketika aku melintas, stadion itu sudah sedemikian terbukanya setelah digempur. Akan seperti apa nanti ketika dipakai bertanding.

Sampai di kost, salah satu sahabatku datang sembari menangis karena ada beberapa hal akademik yang membuatnya gundah gulana. Usai sahabatku curhat, salah satu temanku bimbingan tadi pagi datang ke kost untuk meminta bantuan membetulkan grammar yang sedikit amburadul.

Tepat ketika kick off PSS vs PSIM, aku berangkat ke angkringan bersama temanku tersebut, sementara sahabatku sudah pulang karena sudah dipanggil orangtuanya. Di angkringan aku terus memantau skor pertandingan.

Babak pertama PSS masih unggul, namun menit terakhir ada balasan. Ah, selalu begitu. Dan ketika babak kedua dimulai, keadaan menjadi berimbang, skor 2-2. Ada apa dengan babak kedua, selalu saja muncul misteri yang aneh-aneh, selalu saja keadaan tak sekuat babak pertama. Come on super elja, buktikan kalian tidak hanya bermental kandang. Memang diakui kalau keadaan di stadion cukup panas, mungkin sama panasnya dengan suhu badanku. Bahkan suporter PSIM mulai memadati tepi lapangan, ah apakah itu diperbolehkan untuk mereka lakukan di pertandingan tanpa penonton.

Namun hingga peluit panjang berbunyi, keadaan masih sama, 2-2. Itu berarti poin PSS bertambah satu. Mereka sudah memastikan untuk masuk ke 16 besar. Entah itu juara atau runner-up. Alhamdulillah. Meski ada sedikit kekecewaan, tapi tidak mengurangi rasa bangga dalam hati ini. Selamat untuk PSS, semoga nanti bisa melanjutkan perjalananmu menjadi juara.

Selasa, 19 Agustus 2014

Melanjutkan Selebrasi Kemenangan

Sepagi ini sudah ada dikampus lagi, janjian dengan dosen. Hanya untuk menyerahkan revisian. Dan semua berjalan lancar seperti hari sebelumnya. Duh, ini berarti PSS Sleman siap menang malam ini. Ya, malam ini (15/8) mereka bertanding lagi dengan Madiun Putra FC. Well, kalian harus menang, karena aku disini juga baru saja melancarkan urusanku.

Tidak seperti biasanya memang, pasukan yang berangkat hanya tiga orang, yang lain sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Jam lima usai merampungkan agenda nyuci, aku dijemput menuju markas. Kemudian kami berangkat setelah adzan maghrib berkumandang.

Kali ini hanya aku, Mbak Yanti dan Ayah. Mas Harowi, masnya Ayah sudah berangkat duluan dan entah ada disebelah mana. Walhasil kami mencari tempat yang dekat dengan pagar pintu masuk dan masih tetap disebelah barat. Tujuannya adalah menjaga kami yang perempuan, karena cowoknya cuma satu, jadi aku mepet ke pagar, tanpa perlu penjagaan. Karena tubuhku kecil, sementara orang yang ada didepanku tinggi besar, manjat pagar lagi, aku terpaksa ikut manjat pagar demi bisa melihat jauh ke tengah lapangan.

Ini kali kedua aku manjat-manjat pagar, sebelumnya malah lebih parah karena waktu itu hujan deras, sementara malam ini langit cukup cerah. Baru saja kami sampai sudah dibagikan kertas untuk koreo. Kertas merah putih hitam, berarti koreo nanti temanya kemerdekaan meski tak akan jauh-jauh dari dukungan untuk PSS Sleman.

Kali ini permainan sudah menghangat ketika dimulai. Dua gol dilesakkan ketika babak pertama. Sementara ketika turun minum, ‘falcao’ nampaknya dicuekin oleh para pemain lawan. Duh, sini falcao, aku pukpukin. Suara mercon pun menggetarkan tribun, seakan rudal Israel nyasar ke Maguwoharjo. Ngagetin. Ketika laga kedua dimulai, aku cukup gemes dengan mas kiper, Herman Batak, yang beberapa kali menggoda pemain lawan dengan mempermainkan bola.

Dan kemudian satu gol balasan. Haduh. Beberapa air minum mineral gelasan nampak menghujani seorang pemain lawan yang baru saja merayakan golnya. Pengen rasanya mukul orang-orang yang ngelemparin air itu, mereka nggak tahu apa diluar sana banyak orang yang susah dapet air minum, itu malah dilempar-lempar.

Permainan kembali memanas ketika Moeniaga masuk, dan kedudukan akhir menjadi 4-1. Belum juga peluit panjang dibunyikan, flare, bomb smoke dan kembang api dinyalakan bersama-sama. Kali ini tidak seperti kemarin, lebih meriah, bahkan abu bekas kembang api, mercon atau apapun itu lah mengguyur kepalaku, seakan mengulang tragedi hujan abu kelud.

Tapi setidaknya malam ini aku pulang ke kost dengan membawa senyum bahagia. Terima kasih PSS Sleman, semoga pada derby nanti kalian tetap mendapatkan kemenangan.

Elang Jawa Kepakkan Sayapnya

Selasa (12/8), hari ini adalah hari yang ku tunggu-tunggu. Bukan hanya karena ada janji dengan dosen untuk bimbingan, akan tetapi karena PSS akan bertanding dengan Perseman Manokwari. Hari sebelumnya aku masih di atas gunung, melepas kerinduan dengan orangtua, beruntung ada sms dari temanku yang mengabarkan bahwa hari ini akan bimbingan, sehingga punya alasan untuk turun ke Jogja.

Pagi hari, sudah duduk manis di perpustakan Universitas Sanata Dharma, menunggu dosen dengan setia. Semua berjalan lancar, memang tidak seperti biasanya yang lebih sering ditolak duluan sebelum mengumpulkan tumpukan kertas bernama skripsi itu.

Ini adalah firasat baik untuk malam nanti. Biasanya kalau bimbinganku lancar seperti ini, PSS bakal menang besar. Meski sebelum berangkat ke stadiun harus meeting dulu dengan salah satu temanku. Kebetulan kami sedang ada proyek untuk membuat komik, jadi sambil bersantai di salah satu foodcourt Malioboro, kami berdiskusi sambil bercanda bersama.

Sepulangnya dari meeting, kami langsung berangkat ke rumah salah satu temanku yang seolah sudah menjadi markas kami. Disana sambil menunggu salah satu anggota pasukan lagi, kami siap berangkat.
Sesampainya disana, dan laga sudah siap dimulai. Tidak seperti biasanya, tidak ada ladies yang menyodorkan kardus tempat sumbangan koreo. Nihil. Tidak ada celoteh dan teriakan mereka, rasanya ada yang kosong, ada yang kurang. Hampa.

 Masih ditempat yang sama, tribun selatan bagian barat dekat sudut patahan. Memang teriakan-teriakan yang kami lantangkan tak sekeras di bagian tengah, tapi tetap saja tak menyurutkan semangat ini untuk ngechant, untuk mendukung PSS Sleman.

Permainan awal masih terlihat kaku dan belum ada tanda-tanda kemenangan. Jujur dalam hati geregetan, bagaimana tidak, suasana ditengah tak sepanas belakang tribun. Begitu gol pembuka dilesakkan, sontak seluruh tribun bergemuruh, kemudian permainan mereka berubah. Menjadi begitu memikat. Kami semua menikmati.

Tetap saja di waktu turun minum, ‘falcao’ masih sibuk bermain-main dengan para pemain cadangan tim lawan. Kali ini kami semakin dibuat tertawa tergelak-gelak oleh kekocakkannya. Babak kedua dimulai, dan Elang Jawa makin ganas saja. Meski sempat kebobolan satu gol, tak apa, untuk bekal mereka pulang nanti.

Ketika peluit panjang dibunyikan, langsung saja disambut dengan nyala flare dan bomb smoke yang menawan sekaligus menyesakkan. Hasil akhir 5-1, kemenangan yang membanggakan. Benar-benar tidur nyenyak malam ini. Terima kasih PSS Sleman. Terus kembangkan sayap dan kepakkan hingga puncak tertinggi.

Rabu, 16 Juli 2014

Cicak dan Sebuah Dendam Untukmu





//
Cicak-cicak di dinding,
diam-diam merayap,
datang seekor nyamuk, 
hap, lalu ditangkap...
//


Hei, kamu ingat lagu itu. Ya, lagu semasa aku masih kanak-kanak, mungkin kamu juga. Aku selalu berfikir, betapa sabarnya makhluk bernama cicak itu sehingga mau berlama-lama menunggu makhluk bersayap bernama nyamuk. Kamu pasti tahu kan kalau cicak itu hewan yang nggak bisa terbang? Yang bisanya melekat erat di dinding atau pohon?

Kamu tahu, kamu itu ibarat nyamuk dan aku adalah cicaknya. Perumpamaan yang tidak masuk akal kan? Tapi kurasa itu tepat untuk menggambarkan keadaan kita. Kamu seperti nyamuk yang sibuk terbang mencari mangsa, berpindah dari satu makhluk ke makhluk yang lain. Berburu kesenanganmu sendiri. Dan aku disini cuma bisa menunggu.

Kamu tahu, aku terus saja mencari kesempatan ketika kamu datang. Tapi tak jarang kamu hanya melebihkan harapku saja. Kamu mengitariku, kemudian berlalu pergi mencari mangsa yang baru. Ah, selalu begitu kamu. Dan tinggal aku sendiri, menatapi langit-langit kamar yang kosong, diselingi kilau lampu yang sebenarnya temaram.

Kamu tahu, aku tetap saja sabar disini menunggu. Menunggu kamu kepayahan setelah berburu berpuluh-puluh mangsa, mungkin ratusan atau ribuan. Dan ketika kamu kepayahan, tertatih-tatih dengan beban yang menyakitimu, kamu tahu, aku tetap disini menunggu.

Hanya satu yang tidak kamu tahu, aku menunggumu terpuruk, hingga aku dengan bebasnya menerkammu, melumatmu. Kau berfikir aku akan membelaimu dan meninabobokkan kamu agar hilang letihmu? Tidak, aku akan menghancurkanmu hingga tak bersisa, hingga kamu tak bisa lagi mencari mangsa.

Kau tahu diluar sana banyak yang merasakan sakit karenamu? Karena ulahmu? Jelas saja kamu tidak tahu, karena kamu selalu tertawa diatas luka yang sebenarnya kau cipta. Dan aku disini, yang terus saja sabar menunggumu, terus memandangimu dari kejauhan, sudah bersiap untuk menghabisimu, mencabik-cabikmu, kemudian membaginya dengan pasanganku. Dan saat itu tiba, aku akan tersenyum bahagia.

Jumat, 04 Juli 2014

Aku Malu, Menangis (Bukan) Karena-Mu

Pagi itu, aku masih dalam kegamangan yang luar biasa. Semalam, usai tadarus surat Ar-Rahman, mimpi tentang beberapa orang, ah tidak, semua yang pernah menjadi bagian dari kisah cintaku bermunculan satu persatu.

Dan aku harus menata hati ini agar tetap tenang karena aku sudah berusaha keras untuk melupakan kisah-kisah itu, setidaknya menenggelamkan kenangan-kenangan itu.

Usai subuhan, seperti biasanya, aku bertadarus sejenak. Kali itu aku membaca surat Al-Imran. Entah mengapa, bayang satu orang yang memang mengambil sebagian besar ruang hati ini mendadak terbayang jelas dalam ingatan. Masa-masa lalu yang sudah kucoba pendam tiba-tiba menguar begitu saja. Tanpa bisa aku tahan, air mata itu mulai berjatuhan.

Aku berusaha untuk menenangkan hati dan kembali fokus pada apa yang tengah ku tadaburi, akan tetapi yang terjadi, air mata itu kian membanjir, membasahi pipi. Malu, sungguh aku malu pada pemilik surat cinta yang tengah ku baca. Aku malu pada gusti ALLAH. Bukannya menangis karena mentadaburi suratnya, aku justru menangisi kenangan yang nyata-nyata hanya menjadi seonggok kepingan masa lalu.

Setelah berjuang keras untuk tidak menangisi hal itu, aku berhasil menyelesaikan surat tersebut. Usai tadarus, lekas aku ambil Al-Quran terjemahan untuk melihat arti dari surat yang tadi ku baca. Sontak tubuhku lemas seketika membaca arti dari surat tersebut. Arti dari satu ayat yang menjadi lantaran aku menangis.

And those who, when they commit an immorality or wrong themselves [by transgression], remember Allah and seek forgiveness for their sins - and who can forgive sins except Allah ? - and [who] do not persist in what they have done while they know.
(Q.S. Al-Imran : 135)

Malu semakin besar saja. Berulang kali ku lafalkan istighfar dalam sujudku. Terbayang dalam ingatanku begitu banyak dosa telah bergelimang dalam hidupku, dan aku masih bisa menangisi orang yang membawaku melupakanNYA?

Rasa-rasanya aku sudah tidak memiliki harga diri dihadapan penciptaku. Tapi sekali lagi DIA masih memberiku kesempatan untuk mengingatNYA, mengingat lagi apa yang sudah kulakukan selama ini. Duh Gusti, paringono gangsar gampang lelampahan urip kulo, mugi kulo biso tansah memuji marang keng Gusti.

Di bulan yang suci dan penuh rahmat, bulan Ramadhan ini, semoga aku bisa kembali menemukan cahayaku karena cahaya yang sekarang ini mulai redup. Semoga masih ada waktu untuk mengarungi jalan yang benar-benar ada pembenaran dari titahNYA. Semoga.

Sabtu, 21 Juni 2014

Mengawal Bidadari Menuju Negeri Atas Awan















Kabar yang tidak ingin didengar itu menyapa telinga. Rencana ke Wonosobo gagal karena si empunya rumah sedang punya hajat dan tidak bisa diganggu gugat. Oke, fine. Namanya juga keadaan dan kenyataan, mendadak pun harus diterima dengan lapang dada, meski rasa kecewa yang menyeruak tetap saja sebesar apa sajalah yang besar-besar.

Dalam perjalanan mengantar seorang kawanku belanja, sebuah ide terlintas di kepala. Masih teringat satu keinginan tertunda yang rencananya akan direalisasikan usai perjalanan kami menuju Wonosobo. Muncak ke Suroloyo. Dengan adanya guide terpercaya, akhirnya aku mengusulkan acara itu untuk mengembalikan mood kami yang sempat hilang.

Ketika semua sepakat dan aku ‘terpaksa’ sebagai koordinator, walhasil harus sering memastikan berapa personil yang akan berangkat dan ketepatan waktu untuk bersiap. Hingga hari Jumat (20/6), nama yang tertera tinggal Mbak Yanti, Ayah, Erna, Yoga, Eko. Sementara itu saja sudah cukup, karena Levi sedang sakit dan Taofiq sedang ngirit.

Belum sempat merasakan debaran penantian hari esok, kabar tak sedap kembali menyambangi ruang pikirku. Mbak Yanti harus mengambil rapor Nur hari Sabtu (21/6). Kemungkinan yang tersedia adalah kami berangkat agak siang. Namun sebuah sms yang kurang menggairahkan hadir, “ya paling tidak jam 12 berangkat, kalau nggak, ya nggak jadi ikut saja, denahnya sudah aku kasih ke Ayah.” Sebuah sms yang membuat aku lemas seketika. Diburu waktu dengan kesibukanku menyapa editan majalah, aku mulai sibuk mencari konfirmasi untuk kesiapan esok hari. Akhirnya, kata sepakat sudah kami dapat. Sabtu siang pukul 13.00 WIB tanpa ada kata terlambat kami akan berangkat.

Dengan berbekal handphone untuk berburu arah menuju tempat pertemuan kami dengan guide kami, mbak Ana, teman KKN mbak Yanti, sempat nyasar hingga harus putar balik. Tapi lumayan seru nyasarnya, di beberapa tembok yang dekat dengan jalan nampak beberapa mural menghiasi, mural tentang PSS. Ya mulai dari PSS Sleman, Slemania, Brigata Curva Sud, hingga BCS Lajellan menyejukkan mataku sejenak. Rindu laga itu kembali menggebu, memberikan secercah warna di hati yang selama ini tersaput mendung.

Perjalanan panjang mendaki dan berliku telah kami lalui, dan sampailah kami ke tempat tujuan. Puncak Suroloyo. Menaiki tangga, dengan nafas satu-satu, akhirnya kami bisa menyapa negeri atas awan yang menawan. Terselubung di dalam kabut setelah hujan mengguyur, kemudian disapa seulas pelangi di kaki bukit, keindahan tak terkira yang kami dapatkan.

Rasanya ingin disana beberapa jenak dan menghentikan waktu agar tak lekas gelap. Tapi apa mau dikata, hari memang sudah malam, waktunya pulang, mengembalikan guide kami ke rumahnya untuk berkumpul kembali dengan keluarganya.

Ah iya, aku lupa belum menceritakan ketika kami sampai di kaki bukit, beristirahat sejenak di pendopo. Kami memesan tujuh mie seduh dan enam teh manis panas. Eko memesan teh tawar. Kami mulai sibuk dengan makanan kami sambil sesekali bersendau gurau.  Ternyata teh pesanan kami rasanya pahit, bahkan yang kami pesan manis pun masih terasa pahit. Apalagi yang tawar, rasanya mirip jamu pahitan.Ketika kami membayar, ternyata anak dari pemilik warung adalah salah satu mahasiswa satu kampus dengan kami. Dan dia mengenali kami sebagai anggota ukm jurnalistik di kampus. Dan masih banyak lagi kisah-kisah yang menjadi selingan indah perjalanan kami yang tak bisa ku tuliskan secara keseluruhan disini.

Momen yang begitu sempurna. Terima kasih kawan, bersama kalian, rasanya hidup tak pernah ada beban.

Kamis, 05 Juni 2014

Buka (Sebelum) Puasa














//
hilang lelahku saat kita bersama,
berikan terbaik untukmu disana,
bersinarlah bagai bintang yang bersinar di angkasa,
ole ole ole ole, super elja ole ole
ole ole ole ole, super elja ole ole
//


Kekalahan yang berlanjut dengan hasil seri terang saja membuat kami semua sakit hati. Bukan saja kecewa pada pemain, tapi lebih kepada hal-hal lain yang menjadi latar belakang ketidaknyamanan hunian di lapangan. Selalu saja ‘misteri’ babak kedua melingkupi benak kami, gol perdana di babak pertama tak menjadikan keberuntungan berpihak pada super elja. Justru sebaliknya. Mungkin iya ada kejanggalan dan keganjilan disana. Dan kita disini hanya bisa mengutuk dan mencaci.

Raut wajah lelah dan kecewa semoga lekas luruh dan kembali semangat melingkupi kalian para punggawa, para pengawal super elja.

Rabu (4/6) pagi, kuawali dengan kegiatan yang entah mengapa selalu bersamaan dengan laga kalian, bimbingan skripsi. Pagi ini tak seperti sebelumnya, lancar-lancar saja, bahkan sempat berdiskusi dan bercanda dengan dosen pembimbing, firasat baik untuk kalian nanti. Usai dari kampus, lekas saja prepare untuk laga malam nanti.

Meski sebenarnya harus ku akui, badan ini letih dan belum sempat istirahat dengan layak, tapi demi kalian, tetap saja aku berangkat untuk mendukung dengan penuh semangat. Suara juga terasa pas-pasan, badan panas dingin, tulang berasa pengen copot. Ah, sudahlah.

Tiket sudah ditangan, posisi masih sama seperti sebelumnya, tribun selatan pojok barat atas dekat sudut patahan. Berjajar rapi dan siap bernyanyi. Belum juga laga dimulai, kami sudah disuguhi pertunjukkan Falcao yang berkeliling lapangan dengan drum yang diikatkan pada pinggangnya, sesekali ditabuhnya drum tersebut.

Peluit berbunyi, dan kami sudah bernyanyi, tetap dengan awalan lagu Padamu Sleman, semangat kami kian menyemarakkan. Laga berlangsung, gegap gempita kami terus tersalur hingga gol pertama berhasil dicetak. Kemudian berlanjut hingga gol ketiga.

Turun minum, masih seperti biasa, kami tergelak melihat kelakuan Falcao yang seakan tak ada matinya mengganggu latihan tim lawan. Aku sendiri sibuk dengan air minumku, mencoba mengembalikan rasa tenggorokan yang kian kering saja.

Babak kedua dimulai, dan kami terus bernyanyi, berharap tidak kecolongan gol ataupun terpuruk lagi. Dan semuanya diluar ekspektasi kami, gol yang tercetak mencapai angka lima. PSS Sleman seakan tengah kehausan, meneguk kemenangan langsung dengan lima gol tanpa balasnya. Gegap gempita kami sudah tak terbendung lagi, meski sebelumnya capotifo sempat menceramahi kami, untuk tetap fokus dan bernyanyi lantang.

Dan pada akhirnya, seluruh stadion diliputi kabut asap, tidak lagi dual flare yang official nyalakan, empat langsung, seakan flare tersebut sedang ber-quartet ria. Terima kasih PSS Sleman. Selamat beristirahat sejenak pahlawan, sebelum nanti pada akhirnya akan kembali berlaga setelah jeda libur bulan puasa. Tak sabar mendukung kalian lagi, tak sabar berjumpa kalian lagi, tak sabar menyambut kemenangan lagi.

Kamis, 29 Mei 2014

Bunuh Diri (Jangan) Jadi Pilihan

Apa sih yang terlintas dalam fikiran orang-orang yang nekat melakukan bunuh diri? Tentu saja bagi kita yang sekarang ini masih sukses menghirup nafas dengan begitu leganya akan merasa heran. Memang rasanya bodoh banget kalau ada orang yang rela menggadaikan nyawanya pada seutas tali, pada racun serangga, pada selongsong peluru. Tapi, pernahkah kita berfikir tentang apa yang mereka fikirkan.
Mungkin sebagian dari kita berkata, “mereka itu mana ada mikir?”

Well, kalau mereka nggak mikir, mereka nggak akan bunuh diri, mereka mungkin akan terjun ke jalan, kemudian lontang-lantung tanpa pakaian. Sebagai orang yang udah pernah mikir untuk bunuh diri, nah lho, itu dia, ada kata mikir. Iya, bunuh diri itu dipikir dulu. Mereka memilih bunuh diri karena ada yang mereka fikirkan. Hanya saja, apa yang mereka fikirka ini yang belum kita ketahui.

Alasan paling klise dan paling nggak masuk akal untuk bunuh diri adalah problem cinta. Entah mengapa, putus cinta, ditolak gebetan, sampai merasa disakiti oleh orang yang mereka sayang akan membawa orang tersebut untuk memilih bunuh diri.

Putus cinta. sakit emang, kalau ada yang bilang biasa aja, itu mungkin orangnya udah nggak punya perasaan (kayak akuh). Apabila dia cowok, berarti dia sudah cinta mati sama ceweknya, dan sudah memantapkan dalam hati bahwa cewek itu adalah jodohnya. Apabila ada korban jiwa, motifnya fifty-fifty. Apabila yang cowok meninggal, berarti itu cowoknya stress dan bunuh diri. Apabila ceweknya yang meninggal, itu berarti cowoknya kalap dan membunuh ceweknya. Eh, kok jadi sadis gini bahasannya.

Kemudian alasan yang paling sering dipakai oleh orang dewasa adalah kesulitan ekonomi. Pernah dengar kan ada sekeluarga yang bunuh diri karena terlilit hutang? Ya, seperti itulah, memang uang bukanlah sumber kebahagian, tapi, dewasa ini, sumber kebahagiaan adalah uang.

Setelah itu alasan yang menjadi lantaran para orangtua atau lanjut usia (lansia) memilih bunuh diri adalah karena sakit yang tak kunjung sembuh. Tidak mau merepotkan keluarga besarnya, anak-menantunya, biasanya mereka merasa putus asa dan memilih mengakhiri hidupnya untuk mengurangi beban atas biaya obat dan perawatannya.

Tapi sebenarnya, diantara sekian alasan, hanya ada satu alasan yang menjadi alasan yang paling mendasar diantara para pelaku bunuh diri. Mereka merasa sendiri, tidak terbuka untuk membagi keresahan hatinya, dan memendam emosi.

Mereka terkadang bukannya tidak mau cerita, hanya tidak tahu mau ceritanya itu gimana. Atau mungkin permasalahan mereka jauh lebih kompleks dari apa yang ada dalam bayangan kita. Namun, dari sekian teman yang ada disekelilingku, dan mereka memiliki permasalahan yang cukup kompleks, mereka tidak pernah memilih bunuh diri.

Well, dalam anggapan kita, bunuh diri adalah perbuatan paling pengecut karena memilih lari dari masalah. Namun, benarkah itu menyelesaikan masalah? Seharusnya tidak, itu hanya membebaskan pelaku untuk pergi tanpa perlu menghadapi permasalahan itu lagi didunia ini.

Oh iya, jika ada yang tanya padaku pernah nggak berfikir bunuh diri. Jawabnya iya. Alasan mengapa aku tetap hidup disini adalah, “Aku mungkin mempunyai hati yang mampu menampung seluruh kesakitan yang ada di bumi ini, namun aku tidak mempunyai apapun untuk menampung  seluruh dosa yang akan ku bawa ke akhirat nanti.”

Ya meskipun aku orangnya pecicilan dan urakan, aku tetap manusia yang beriman. Masih percaya adanya Tuhan dan masih memikirkan kehidupan setelah kehidupan.

Untuk siapapun kalian, percayalah, bunuh diri bukanlah sebuah pilihan yang tepat. Dia bukan juga pilihan alternatif. Dia ada di multiple choice yang hadir di lembar soal kehidupan yang tidak seharusnya kita pilih. Dia hanya ada, tapi bukan untuk kita ambil.


Seperti yang ada di film 3 idiots, ketika nanti kamu memilih menyerah dan berfikir untuk bunuh diri, ingatlah senyum kedua orangtuamu. Nisacaya keinginan bunuh diri itu akan luntur.

Sentuhan (Pelatih) Anyar

Kemarin, hari Rabu (28/5) PSS berlaga di Blitar. Ketika dikabarin temen-temen yang lagi awaydays, rasanya pengen banget. Tapi mau bagaimana lagi, kalau temanku yang satu itu nggak ikut, akan sulit ijin yang kudapatkan. Lagi pula pagi itu aku harus mruput ke kampus untuk bimbingan. Subuh-subuh bangun ada di rumah orang, iyalah, mau nggak mau semalem aku nginep di rumah temanku. Rencananya nggak nginep, tapi gegara temanku keasyikan telfon pacarnya ampe tengah malem, walhasil aku harus nginep disana.

Sore hari, tergopoh-gopoh aku ke basecamp, berkumpul dengan kawan-kawan, kemudian memantau timeline twitter yang mulai hingar bingar oleh satu kabar. Berharap ada kabar baik, apalagi PSS kali ini sudah diasuh oleh pelatih anyar. Ceritanya ngreyen pelatih baru. Semoga sentuhan pelatih anyar tersebut mampu membangkitkan semangat punggawa PSS semakin lebih dan lebih lagi. Ya, babak pertama PSS unggul, lewat gol yang dilesakkan oleh Guy Junior ke gawang lawan.

Tapi, begitu babak kedua dimulai, PSS langsung kecolongan dua gol. Kabar tersebut langsung menohok hati, rasanya begitu sakit. Di depan layar hanya mampu teriak-teriak gemes, “Come on Super Elja!!!”

Ya memang seperti ini rasanya kalau nggak nonton langsung di stadion. Gemesnya itu tuh nanggung. Apalagi ketika ada link streamingan yang nggak bisa dibuka, rasanya itu, ya Allah, nyesek banget. And then, peluit panjang berbunyi, PSS dinyatakan kalah, dan streamingannya baru bisa nyambung pas ketika suporter tuan rumah bersorak gembira. Semakin berlipat-lipat rasa kecewa.

Ada apa? Kenapa? Apa yang terjadi disana? Apa yang salah? Ini ada apa lagi?

Tanya itu terus bersemayam tanpa ada sebuah jawaban sebagai balasan.

Hari itu benar-benar rasanya jadi the worst day. Udah bimbingan ditolak, ini PSS kalah pulak. Ya Allah, semoga esok nggak kalah lagi ketika ngelawan PSBK. Semoga. Aamiin.

Senin, 26 Mei 2014

(Bukan) Tanah Kelahiran






// happy birthday to you,
happy birthday to you,
happy birthday, Gunungkidul,
happy birthday to you... // 


Hari ini (27/5) merupakan hari jadi Gunungkidul yang ke 183. Selain memperingati hari lahir, seluruh warga juga mengenang gempa yang delapan tahun lalu meluluh lantakkan kota Jogja. Satu-satu dulu ya bahasnya, mau bahas Gunungkidul dulu. Aku sebenarnya bukan asli anak Gunungkidul, lahir aja numpang di Klaten. Maklumi, mamakku orang Gunungkidul, sementara bapakku orang Klaten.

Meski sebenarnya kedua orangtuaku menetap di Klaten, kedua kakakku lahir di Gunugkidul. Hal ini dikarenakan kakekku yang tinggal di Gunungkidul ingin cucunya lahir disana. Dan ketika ibuku hamil tua karena mengandung aku, tetangga-tetangga yang ada di Klaten langsung nyeletuk, kenapa nggak pulang ke Gunungkidul buat lahiran. Merasa disindir, mamakku memutuskan untuk melahirkanku di sana.

Dan ketika aku berumul 3 tahun, tepatnya tahun 1994, keluargaku memilih untuk hijrah ke Gunungkidul. Perpindahan itu pun bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan maku adalah anak perempuan satu-satunya kakek, dan harus tinggal dirumah, mau tak mau seluruh keluarga pindah ke Gunungkidul.

Jaman dahulu memang susah hidup di Gunungkidul. Masih terbayang ketika masa paceklik itu, makan nasi jagung dengan lauk seadanya. Kadang cuma kerupuk dan kecap, belum lagi untuk pakan ternak juga sulit. Ah, terlalu banyak kenangan manis pahit yang aku habiskan di Gunungkidul.

Paling tidak, Gunungkidul adalah kampung halamanku, tempat aku pulang, melepas rindu kepada bapak mamak. Terima kasih Gunungkidul Handayani, padamu aku titipkan sebagian hati. Ada banyak cinta yang tertinggal disana.

Selain itu, kalau membahas tentang gempa delapan tahun lalu, ada kelucuan tersendiri. Pagi itu belum ada pukul enam, aku sudah bersiap dengan seragam dan tinggal mengikat tali sepatu. Aku sedang duduk di pinggir tempat tidur, menunduk untuk mengikat tali sepatu, dan saat itu ku rasakan bumi bergoyang. Lemari dan pintu berderak keras, kontan aku segera beranjak dan lari. Bapak dan salah satu kakakku masih tertidur lelap, lekas saja aku teriak untuk membangunkan mereka. Tepat ketika aku sudah keluar dari pintu, bapak dan kakakku baru saja keluar dari rumah.

Pohon bergoyang, pintu masih berderak, suara orang berteriak, sementara aku masih sibuk dengan lututku yang tak berhenti bergetar. Masih dalam kepanikan aku mengingat mamakku yang tengah belanja dipasar, apa kabarnya?

Ketika bumi dirasa sudah tidak bergoyang, kami masuk ke rumah dan bermaksud menyalakan radio. Tapi yang terdengar hanyalah suara bising tak beraturan, mungkin gempa tadi juga sudah mengguncang studio radio tersebut.

Belum lagi salah satu kakakku yang satu ada di Jogja, kami kebingungan mencari informasinya. Tidak ada telepon, apalagi handphone. Aku memutuskan tetap berangkat sekolah, mengingat tidak ada banyak tanda-tanda kerusakan. Kebetulan aku sudah selesai ujian dan hanya menyambangi skeolah saja, tapi ternyata sekolah lekas diliburkan karena beberapa kali ada gempa susulan dan kami masih trauma.

Selama beberapa kali kami sekeluarga bergantian jaga ketika malam tiba. Masih takut dengan gempa. Dan tak lama, tetangga kami memberitahu kami bahwa kakakku yang ada di Jogja dalam keadaan baik-baik saja, hanya bangunan yang rusak.

Beberapa minggu setelah itu, bapak ikut tetangga untuk membantu orang-orang di Bantul membangun kembali rumahnya. Pulang-pulang bapak sakit, mamak marah, marah bukan karena murka, tapi karna kesal bapak terlalu ngeyel untuk tetap ke Bantul meski kondisi tidak fit. Disana aku tahu kenapa aku sekarang seperti ini, tetap memaksa bekerja meski badan sudah memberi kode untuk istirahat.

Semua itu adalah kisah dan kenanganku ketika di Gunungkidul. Terimakasih telah memberikan banyak kenangan, membiarkanku menjadi sebagian kecilmu. Happy Anniversary my lovely regency.

Rabu, 21 Mei 2014

Happy Birthday My First Love





Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiroo...
Ya Allah, ampunilah aku, ibu, bapakku dan kasihilah mereka, sebagaimana mereka berdua telah mengasihiku sewaktu kecil.
Aamiin.


“Sugeng ambal warso pak, mugi tansah pinaringan sehat... ngapunten ngantos sakniki dereng saged damel bapak bangga.... (2014/05/21 – 08:54)”

“Alhamdulillah anakku wedok sing tansah tak sayang bapak matur nuwun dene kowe ngucapke salam nggo bapak, kosok baline mugo-mugo desy diparingi gangsar gampang cita-citane kabul lan kasembadan sedyane insya ALLAH gusti ALLAH ridho, aamiin.... (2014/05/21 – 12:03)”

Hari ini adalah ulang tahun bapak. Bapak adalah orang yang sangat berpengaruh dihidupku, meski kami jarang berinteraksi secara langsung, beliau tetap paham dengan perkembanganku. Aku dan bapak sama-sama orang yang hemat bicara, bicara seperlunya, dan tidak suka berbasa-basi.

Beliau orangnya kuat dan tegar. Meski begitu pernah sekali aku membuatnya menangis, membuat hatinya hancur, dan saat itu pula aku benar-benar merasa hancur. Bahkan setiap kali kangen sama bapak, aku pasti menangis. SMS yang baru saja sampai padaku itu mengingatkanku pada masa-masa itu.

Bapak orangnya juga gemati, perhatian dan penuh kasih sayang. Meski tidak ditunjukkan secara terang-terangan. Aku sayang sama bapak. Masih terngiang pesan mamakku, “Kalau nyari suami nanti, yang gemati kayak bapakmu, kayak mas-masmu, jangan yang sembarangan, yang akhirnya cuma ninggalin dan bikin sakit hati.”

Air mata ini selalu tumpah, bahkan merangkai kata ini pun linangan air mata ini menggenang di pelupuk mataku, nyaris luber. Bapak, maaf, hingga saat ini aku masih mengecewakan bapak, belum bisa bahagiain bapak, belum bisa bikin bapak bangga. Semoga bapak baik-baik dirumah sama mamak.



Senin, 19 Mei 2014

Selebrasi di Penghujung Putaran Pertama





//
panjang umurnya,
panjang umurnya,
panjang umurnya serta juara,
serta juara, serta juuwaaaraaakkk...
//



Jarak antara pertandingan sebelumnya terbilang dekat dengan pertandingan selanjutnya. Gairah kemenangan yang baru saja terasa mungkin seakan terusik sedikit dengan sebuah berita yang tidak sesuai dengan keinginan. Moeniaga sedang menjalani akumulasi kartu kuning sehingga tidak bisa mengikuti pertandingan hari Minggu (18/5). Berita yang beredar mengabarkan bahwa posisi Moeniaga digantikan oleh legiun asing yang tengah paceklik gol, Guy Junior.

Beberapa komentar pedas cukup membuat keyakinan dihati semakin gamang. Namun sebuah status dari salah satu official yang menyebutkan bahwa Guy berjanji untuk mengakhiri masa paceklik golnya dan bermain sesuai dengan apa yang diharapkan oleh seluruh elemen pendukung PSS.

Sementara itu, Minggu pagi ketika menyambut PSS day, harus pergi ke resepsi dulu ke Bantul. Kostum yang begitu rapi dan feminim pagi ini, akan berganti dengan kostum casual untuk nanti malam. Cuaca di Bantul cukup panas, membara seperti smeangat yang bergemuruh dalam dada. Bahagia yang terpancar sejak kemarin berpadu dengan kebahagiaan sepasang sahabatku yang sedang bersanding di pelaminan.

Sore hari meluncur ke rumah temanku, disana kostum mulai terganti. Meski tetap saja ada bekas kostum kondangan yang terpakai. Seperti jilbab pink kesayanganku, kemudian high heels yang tetap melekat dikaki karena aku lupa membawa sepatu kets.

Oh iya, kakaknya temanku meninggalkan syal karena hendak menonton dari tribun timur, so syal itu kami bawa sekalian dengan beberapa roll paper. Tiket sudah ditangan, kami segera meluncur ke stadion yang sudah ramai oleh suporter dan penonton. Diportir kami disambut oleh para ladies yang siap menampung sumbangan untuk coreo, salut untuk mereka yang meski ada yang mengabaikan, tetap berjuang untuk mengumpulkan dana. Dan kami, masih di tempat biasa, tribun selatan bagian barat, tepat di sudut patahan.

Awalan masih berlangsung dengan chant dari slemania, dan beberapa suporter PSBI yang berada di tribun timur sebelah utara mulai bernyanyi lantang. Sementara tribun kami tengah sibuk membagikan kertas untuk coreo. Tak berapa lama kami siap dan mulai bernyanyi lantang, ketika “bintang-bintang” menyala di seluruh tribun, itu berarti coreo dari kami berhasil. Lantang suara terus kami keluarkan hingga tiga gol tercipta.

Ketika turun minum, kami tetap saja tak bisa diam sejenak karena sibuk tertawa oleh tingkah Falcao yang tengah menganggu konsentrasi latihan para pemain PSBI. Gelak tawa kami semakin membuat Falcao bersemangat mengusik mereka, bahkan dia juga mengikuti gerak gerik pelatih. Kontak tawa kami semakin keras saja.

Guy sudah tak lagi paceklik gol, bahkan dua gol sudah dia sumbangkan. Kenapa tidak dari awal musim saja? Kenapa baru sekarang dia menggila di akhir putaran pertama ini? Apakah ada “sesuatu”?

Lepas dari semua itu, kami cukup puas dengan pertandingan yang benar-benar lepas. Mereka bermain dengan begitu bangga. Seluruh punggawa begitu enjoy bermain setelah ditinggal coach “Mbah Galak”. Setelah pertandingan selesai pun, masih ada hiburan tak terduga dari official PSS. Siapa lagi kalau bukan Surya “Kuda” yang kembali menyalakan dual flares ditengah lapangan. Seluruh penghuni tribun selatan pun menyanyikan lagi “Panjang Umurnya”.

Selain itu, selamat ulang tahun untuk PSS Sleman yang akan dirayakan nanti pada hari Selasa (20/5). Dirgahayu 38 tahun. Semoga tetap menjadi kebanggaan.

Sekali lagi, terima kasih pahlawan. Kami benar-benar terpuaskan.



Jumat, 16 Mei 2014

Java Eagle Returns






//Siapa yang berlari disana
itu dia super elang jawa
kibarkan bendera
kita bernyanyi bersama
agar PSS juara//



Mendengar kabar kekalahan PSS sewaktu tandang ke Ngawi kemarin benar-benar menyesakkan hati. Malam minggu yang benar-benar kelabu. Kebetulan waktu waktu itu aku tengah nongkrong di angkringan dekat pasar Wonosari bersama anak-anak Forum Komunitas Online Gunungkidul (FKOGK). Ketua forumnya kebetulan juga Sleman Fans, aku dan dia membicarakan PSS yang akhir-akhir ini memang nyaris terpuruk, bahkan menjadi juru kunci di klasemen sementara grup.

Belum lagi setelahnya mendengar berita bahwa coach Sartono yang biasa disebut “mbah Galak” itu mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawabanya atak ketidaksuksesannya membawa PSS sukses seperti sebelumnya. Aku sendiri bingung, antara lega atau kecewa. Kebingungan itu bercampur menjadi satu dan mengendap dalam fikiran.

Hari Rabu (14/5) menjadi hari PSS. Sudah sejak tengah malam semangat ini mengalir dan tak kunjung padam, bahkan kian seperti tabuhan genderang saja gemuruh dalam dada. Dan malam itu adalah malam penentuan, akankah kemenanganan yang kami dapatkan? Atau justru semakin terpuruk di jurang terdalam?

Selembar tiket tribun kuning sudah ditangan, roll paper yang baru saja menerjang bibirku karena kurang sigap menangkap ketika dilemparkan oleh temanku juga sudah ku genggam erat, bahkan semangat ini sudah nyaris luber memenuhi ragaku yang kurasa rapuh.

Ini dada yang menyimpan hati berbalut cinta, cinta yang sepenuhnya untuk super elja. Ah, sedemikian hebatnya kah perasaan ini menggerus kewarasanku, bahkan nyaris dibuat gila oleh emosi yang menggebu-gebu ini. Kangen ini pun sudah tak tertahankan, harus benar-benar tertebus malam ini.

Gerimis mengundang kemengan, batinku. Tak melunturkan sayang dan semangat yang ku punya. Justru semakin gencar saja rasa itu menusuk-nusuk relung hati. Lekas saja ketika peluit panjang dibunyikan, pertanda pertandingan siap dilangsungkan, langsung saja suara kami lantangkan, gemuruh dari tribun selatan.

Gegap gempita selalu hadir ketika gol berhasil disarangkan dalam gawang lawan. Mulai dari Ridwan Awaludin, Moeniaga, kemudian tendangan pinalti milik Saktiawan Sinaga. Oh iya, waktu turun minum tiba, kami seluruh penghuni tribun mendapat hiburan yang membuat gelak tawa tak kunjung reda. Falcao, maskot super elja itu melakukan impersonate pada salah satu pemain PBSK yang tengah latihan. Pemain PBSK yang merasa ditiru gerakannya oleh Falcao kemudian mendekat dan seolah-olah mereka latihan bersama. Kami semua tertawa.

Setelah babak kedua, coreo pun dimulai. Tepat diujung tali rafia yang terbentang, dengan kertas berwarna hijau ditangan, aku kembali memaksa suara yang nyaris tak sempurna seperti sebelumnya, dan sudah mulai kedengaran cempreng itu untuk menyanyikan lagu “Happy Birthday Sleman” yang kebetulan besok akan bertambah usianya menjadi 98. Dan gol dari Moeniaga menjadi pelengkap kado terindah untuk Sleman.

Terimakasih PSS Sleman, malam ini kami benar-benar merasakan atmosfer yang menakjubkan. Semangat kalian kembali dan terbukti malam ini, kalian bermain dengan bangga. Sekali lagi terima kasih pahlawan.


Sabtu, 10 Mei 2014

Wangi Aroma Tubuhmu



"Hallo dunia selamat malam minggu
Beri malam yang tak terlupakanMenyentuhmu dengan kata indahWangi aroma intim berdua
(Ada Band)"



Adakah yang lebih menyiksa dari sisa kenangan yang tertinggal dalam ingatan. Ya, itulah wangi aroma tubuhmu. Begitu menyesakkan ketika memasuki rongga pernafasanku. Aku tak membicarakan pedih perih dari bekas luka yang masih menganga, aku sedang membicarakan wangi aroma tubuhmu. Bahkan dengan mata tertutup pun aku bisa menyadari kehadiranmu, lewat wangi aroma tubuhmu. Ini begitu menyedihkan. Ya kan? Karena yang tersisa dalam memoriku saat ini hanyalah wangi aroma tubuhmu.

Mungkin parfum yang kau gunakan sama dengan berpuluh-puluh lelaki yang berseliweran dalam pandanganku, tapi wangi aroma tubuhmu, tak ada yang menyamainya. Mendekati pun tidak. Hanya kamu seorang yang mempunyai wangi aroma tubuh seperti itu. Kau boleh katakan aku anjing atau hewan apapun yang mempunyai hidung sensitif untuk mengenali suatu hal, tapi yang kuingat, hanyalah wangi aroma tubuhmu.

Apakah ada yang salah? Mungkin aku yang salah pernah memasukkan wangi aroma tubuhmu dalam bilik ingatan yang kupunyai. Mungkin seharusnya dulu aku mengabaikan wangi aroma tubuhmu dan terfokus pada dirimu semata. Atau mungkin saja aku membenci wangi aroma tubuhmu. Tapi itu semua tidak mungkin, karena keterlanjuran yang ada hanyalah aku mengenali wangi aroma tubuhmu.

Jumat, 02 Mei 2014

Seperempat Abad Lebih Satu

Usia yang dirasa cukup matang dan dewasa.  Bahkan untuk ukuran manusia pun, usia dua puluh enam adalah usia yang pas untuk menikah, untuk memikirkan masa depan secara serius, untuk menyempurnakan sebuah hubungan. Tapi, yang ku maksudkan disini adalah sebuah organisasi dimana aku tinggal bernama PENDAPA.

Secara bahasa, harfiah, sudah dapat ditebak arti pendapa itu apa? Ya, sebuah tempat semacam panggung terbuka tanpa atap. Sebuah tempat untuk siapapun yang ingin singgah. Sekedar melepas lelah atau bercengkerama dengan siapa saja.

Dan memang seperti itu yang kudapati. Siapa saja boleh singgah di tempat bernama lorong pojok ini. Maklum saja, tempatnya memang sedikit nyempil di ujung koridor perpustakaan. Gelap, lembab, dan gerah.

Tapi kau tahu, yang kudapati disana lebih dari itu. Lebih dari sekedar suasana yang mistis. Disana kudapati kehangatan persaudaraan, kekeluargaan. Sejuknya kebersamaan. Dan cerahnya pemikiran.

Februari 2010. Awal dilantik sebagai anggota magang, meski tanpa melalui tes terakhir yang cukup fatal jika tidak diikuti, akhirnya aku diterima. Awalnya pengen banget masuk, abis itu jadi biasa aja, lalu jadi biasa banget, eh akhirnya kok jadi luar biasa.

Bagaimana tidak luar biasa, pengalaman yang kudapatkan lebih dari apa yang kubayangkan. Entah apa lagi yang bisa menggambarkan kebanggaanku ini tentang pendapa. Bahkan larangan orangtua untuk masuk ke organisasi ini kuabaikan begitu saja. Lebih lucu lagi, dulu aku harus membagi waktu antara kuliah, pendapa dan pacaran. Sempat sekali waktu aku harus gagal kencan karena harus launching majalah. Tapi ada lain waktu aku harus terlambat datang ke acara reshuffle karena sedang berkencan.

Tapi dengan begitu, aku mulai menghargai waktu, apalagi dengan kata deadline yang seharusnya mencekik leherku setiap waktu. Dan kini sudah mulai mengakrabi. Dan hingga hari ini bahkan sudah seharusnya aku tak lagi turut campur, tapi tetap saja, aku merasa masih menjadi bagian dari pendapa.

Terimakasih sudah memberikan pengalaman, pengetahuan, pemikiran, persaudaraan, kekeluargaan, dan semua yang indah.

Terima kasih sudah menjadi tempat berkeluh kesah, belajar dan menempa ilmu.

Terimakasih.

Selasa, 29 April 2014

(Gas) Air Mata yang Bercerita

Oh PSS, PSS elang jawa,
Dimanapun aku mendukungmu..

Sore ini laga derby Jogja, mempertemukan dua klub besar yang berada dalam satu kota istimewa tercinta. PSS dan PSIM. Apa sih yang terlintas dalam pikiran orang ketika mendengar derby jogja? Bentrok. Yes. Bahkan seorang temanku berkali-kali terus saja ingin memastikan keadaan di stadion untuk mengetahui ada bentrokan atau tidak, belum lagi parno-nya pada segala macem batu, sajam dan entah apa lagi yang ada dalam pikirannya.

Pagi ini diawali dengan muter-muter pasar beringharjo untuk menemani temanku mencari kemeja putih yang akan dia kenakan sewaktu ujian pendadaran (gek aku kapan???). Setelah itu meluncur ke kampus untuk menemani temanku yang lain pendadaran (aku kapan caaahhhh???). Ketika temanku masuk ruang ujian, aku beburu kabur untuk bersiap ke sleman, sebelumnya mengambil cetakan buku di fotokopian.

Panas yang sungguh semlenget,  membuat kepalaku yang sudah pusing semakin nggliyeng saja. Tapi mau gimana lagi, demi PSS. Ketika menuju stadion, sudah terdengar riuh chant di dalam stadion, entah suporter yang mana, tapi suaranya cukup menggelegar. Tak sabar, kami bergegas masuk ke tribun.

Awalan yang cukup kondusif, menghilangkan segala persepsi buruk tentang derby jogja ini. Tapi baru berapa menit berlalu, tribun timur dan tribun utara terlibat bentrok. Yang mencuri perhatianku dan teman-teman adalah keberadaan dua orang yang duduk anteng diantara bentrok tersebut. Dan yang membuat kami berang adalah polisi penjaga yang tak kunjung meredakan bentrok dan mengondisikan situasi, mereka justru menonton bentrok tersebut. Sebelum akhirnya suporter tribun selatan mengecam lantang kelambanan mereka, akhirnya mereka bergegas menuju tempat kejadian.

Usai reda sebentar, kembali ricuh di babak kedua. Kali ini karena pelemparan botol air dan bom asap ke tengah lapangan. Semakin menjadi saja, entah siapa yang memulai, tapi tribun timur dan tribun selatan kali ini yang menjadi tempat kejadian bentrok. Polisi nampak mencoba meredam. Terdengar bunyi berdenting keras, ternyata itu adalah pecahan keramik yang terbentur pagar tribun dan tembok tribun.

Suasana kian memanas, dan ada beberapa orang yang terluka, mereka dibopong dengan tergesa-gesa melintasi pagar tribun menuju ruang kesehatan. Aku yang berada di tempat aman, hanya bisa bernyanyi lantang untuk meredam keadaan. Meski beberapa orang disekitarku tak bersuara, aku terus mengikuti nyanyian capotifo.

Ketika peluit panjang berbunyi, tanda pertandingan berakhir, terlihat Kristian Adelmun yang memprotes wasit, hingga wasit harus diamankan. Hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk PSS.

Ketika tengah sibuk memantau keadaan, hidungku serasa tertusuk-tusuk bau yang cukup tajam, seperti bau bubuk merica. Tak ayal beberapa kali aku bersin. Ku pandangi orang-orang disekitarku yang sibuk menutupi hidungnya, aku masih belum mengerti. Ketika menyadari mataku mulai terasa perih, temanku nyeletuk bahwa ini adalah gas air mata. Buru-buru kami mencari air untuk mengusap muka.

Ah, baru sekali ini aku merasakan gas airmata, dan rasanya begitu lucu. Memang kebetulan ditempatku tidak begitu pekat, tapi tetap terasa. Seperti inilah rasanya. Gas airmata, menjadi lantaran atas menitiknya airmata kami untuk PSS Sleman.

Aku ra ngerti piye ceritane, arepo aku melu neng stadion, aku ning tempat aman, dadi gor iso ndelok seko kadohan. sik penting kabeh tetep sedulur, ora ono dendam. fokus ning klub masing-masing.

Kalian kuat, kalian hebat, kalian harus semangat.

Maaf telah mengecewakan kalian, terimakasih sudah berjuang.


Jayalah PSS Sleman~

Rabu, 23 April 2014

Seikat Senja di Sewon Indah

Senja kali ini akan terlewati dengan syahdu di salah satu sudut kota Jogja, lebih tepatnya di wilayah kota Bantul bernama Sewon. Di sebuah tempat yang disebut Bale Black Box, sudah hampir seminggu lebih berkutat diruangan tersebut. Keren banget tempatnya, begitu masuk sudah disambut rumpun bambu yang berbaris rapi, kemudian diapit oleh sawah, bila senja datang, matahari berkilau tepat dihadapan. Malam hari apalagi, suara binatang malam mengusik sunyi, bahkan gemintang tak ketinggalan untuk memberi sedikit warna terang dalam gelap kami.

Lelah memang sudah membayang sejak sebulan terakhir, dan kegiatan ini akan berlangsung sebulan penuh, sudah terbayang kan seperti apa tumpukan lelah yang terpendam ini? Mana boleh aku mengeluh, yang hidupnya lebih syahdu dari aku saja tak pernah menghujat keadaan. Mana boleh aku kalah dengan mereka.

Dan hari ini, tepat pada tanggal 23 April 2014, BookLover Festival akan resmi dibuka. Kemudian persiapan sudah matang "sempurna". Entah sempurna seperti apa yang aku maksud, tapi yang aku tahu, semua begitu mengejutkan dan menakjubkan. Di luar dugaan.

Belum lagi kejadian hari ini sejak pagi hingga sekarang. Pagi tadi, bangun dari tidurku, dan hanya sempat cuci muka, aku teringat ada janji dengan temanku untuk bertemu dengan dosen pembimbing di kampus biru. tepat jam delapan dia datang, aku masih sibuk dengan netbuk dan mukaku. Masih semrawut, aku membangunkan temanku untuk meminta parfum. Sret~sret~sret. Sudah cukup untuk menyembunyikan bau naga.

Sesampainya disana, skripsiku ditolak. Beuh, sudah biasa. Lalu meluncur ke salah satu tempat fotokopi di kampus negeri lainnya untuk mencetak buku yang diminta dosen pembimbingku tadi. Dan habis sudah uang jajanku bulan ini. Okelah, ikuti saja keinginannya. Aku hanya mengikuti alurnya. Let it go with the flow. Jarene.

Sesudah itu kembali ke basecamp, disana sudah disambut oleh salah satu anggota magang untuk mencicipi produk kecapnya yang katanya dicampur dengan tinta cumi-cumi. Sudah terbayang seperti apa rasanya. Aneh. Fix absurd sekali.

Akhirnya aku putuskan untuk pulang ke kost. Tidur dan mandi. Sms berdatangan, dan tidak kuacuhkan. Sore datang, sudah waktunya untuk kembali berkutat dimarkas. Bolak-balik nge-print daftar buku tamu, sampai mas-mas penjaga printer yang cute itu mungkin sedikit bertanya-tanya oleh ke-warawiri-an aku dan temanku. Belum lagi sendalku yang lepas, dan tidak bawa uang lebih, akhirnya kembali bolak-balik dan dengan cekeran aku membeli sendal dan langsung memakainya.

Syahdu pokoknya. Dan kisah tentang senja itu mungkin masih akan berlanjut hingga malam nanti. Mari kita tunggu perkembangannya.

Senja hari ini.

Senja esok hari.

Dan senja untuk kesekian kalinya.



Senin, 21 April 2014

Sebuah Kisah tentang Madiun

Menurut jadwal, hari ini PSS akan bertanding di Madiun. Timeline twitterku sudah dipenuhi dengan kabar awayday. Rasanya pengen banget ikut, tapi kerjaan disini sedang tidak bisa ditinggal. Alasan again. Yes. Tapi, tandang kali ini mengingatkanku, tentang Madiun.

Duh, pernah kesana aja belum, tapi mungkin tidak akan pernah kesana. Ijin untuk kesana dipastikan sangat-sangat tidak mungkin. Kenapa? Ya karena sebuah kisah yang sedikitnya membuat beberapa orang disekelilingku merasa terluka. Apalagi aku.

Mungkin dalam fikiran orang-orang disekelilingku tadi, Madiun adalah tempat terlarang untukku. Tempat yang tidak akan pernah mereka perbolehkan untuk aku kunjungi. Kalau bukan dengan cara sembunyi-sembunyi.

Kisah itu tidak akan kukisahkan disini, meski judulnya seperti itu, dilarang kecewa yes?

Laga tandang selalu membawa cerita seru, selalu seperti itu. Sekarang menunggu para pengawal dan punggawa pulang dari medan laga. Menunggu oleh-oleh poin penuh.

Tentang Madiun tadi. Lupakan.

Super elang jawa teruslah berjuang.

Minggu, 20 April 2014

Emansipasi yang Basi

Membahas Kartini seakan tidak ada habisnya, tiap setahun sekali selalu ada satu hari dimana pembahasan tentang Kartini terus dikuliti. Mulai dari pemikirannya mengenai emansipasi wanita yang hingga hari ini masih saja nampak kabur.

Bagaimana tidak, perempuan jaman sekarang salah kaprah menanggapi keberadaan emansipasi. Kesetaraan gender katanya. Mereka menuntut laki-laki untuk menganggap tingkatan mereka sama, namun tetap saja perempuan selalu menganggap bahwa laki-laki yang membiarkan wanita bekerja adalah sebuah kejanggalan.


Itu hanya sebagian kecil dari keambiguan emansipasi. Bukan maksud aku menyalahkan perempuan, hanya mencoba membimbing pandangan mereka mengenai emansipasi yang terus saja mereka perjuangkan, namun ketika mereka dapatkan, dicampakkan begitu saja.

Dewasa ini, perempuan sudah mendapatkan kebebasan untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, mendapatkan pekerjaan diluar rumah, dll. Apalagi yang kurang? Apalagi yang mereka inginkan? Kesetaraan yang seperti apalagi yang belum mereka dapatkan?

Yang menjadi pertanyaan aku disini sebenarnya adalah, kenapa harus selalu membahas emansipasi di hari Kartini? Kemudian jawaban klise muncul, karena Kartini adalah tokoh emansipasi wanita, tokoh yang menginspirasi perempuan Indonesia untuk memberontak kodrat mereka.

Ya, mereka yang dulunya hanya sebagai konco wingking, kini sudah bisa menjadi seorang direktur dimana karyawannya mungkin saja sebagian besar adalah kaum Adam. Boleh saja berbangga diri, bagaimana tidak bangga? Mereka telah berhasil memperjuangkan emansipasi yang digadhang-gadhang Kartini sejak dulu.

Tapi, apakah pembahasan mengenai Kartini hanya sebatas emansipasi atau kesetaraan gender? Tidak kan? Pembaca pasti mengerti latar belakang Kartini yang masih mengalir darah biru ditubuhnya, dengan gelar Raden Ajeng, Kartini adalah perempuan bangsawan. Dalam diri seorang bangsawan selalu menjunjung tinggi adat budaya dan tata krama.

Kembali lagi membahas emansipasi, itu memang melanggar adat budaya jamannya. Tapi, menurut pandanganku, Kartini tengah membentuk budaya baru, budaya belajar. Belajar tentang apapun, sehingga perempuan tidak dianggap lagi sebagai kaum rendah dan lemah.

Tapi mengenai tata krama, ternyata sedikit terlupakan dari pembahasan emansipasi. Perempuan boleh saja memiliki pangkat lebih tinggi dari laki-laki, tapi secara kodrat mereka tetap mengabdi kepada laki-laki. Keadaan seperti itu tidak dapat diubah, sudah paten.

Sebenarnya aku ingin mengalihkan pembicaraan dari emansipasi yang ujung-ujungnya hanya membahas kesetaraan gender yang ambigu antara perempuan dan laki-laki, kemudian kita berbicara tentang tata krama, tentang perempuan itu sendiri.

Masih ingat dengan peristiwa kecaman media sosial kepada Dinda yang marah kepada seorang ibu yang tengah hamil karena menyerobot tempat duduknya. Banyak yang menghujatnya, ada pula yang membelanya, yang cuek dan tak acuh pun tentu saja ada. Melihat hal ini, sudah sepatutnya kah perempuan menuntut emansipasi? Sementara dengan sesamanya masih saling menghujat dan membedakan?

Kasus ini sebaiknya dipandang dari berbagai macam pandangan, maka akan tertemu apa yang sebenarnya harus diperbaiki.

Ketika Dinda melihat kasus ini dari sisinya sendiri, maka sudah pasti ibu itu salah karena menyerobot tempat duduknya. Ditambah dengan pembelaannya dimana dia juga tengah sakit karena tulangnya bergeser sehingga membuatnya harus bangun pagi kemudian mengarungi jarak dengan berganti-ganti angkutan, maka dia merasa keadaan tersebut tidak adil. Dia yang sudah berupaya sekeras itu harus menelan ludahnya ketika mendapati harapannya sia-sia.

Namun, jika dilihat dari sudut pandang ibu hamil, maka kasus tersebut memang seharusnya terjadi. Terbayang kan seberapa beratnya beban ibu hamil? Perutnya membesar, belum lagi lelah dan letih yang mudah menghampiri, sudah pasti mendapatkan hak yang lebih istimewa. Sudah sering mendengar kan kisah seorang ibu hamil ngidam kemudian mendapatkan hal yang ia idamkan secara cuma-cuma? Seperti itulah istimewanya mereka. Berat loh menyimpan satu nyawa yang dititipkan sang Khalik.

Apabila dilihat dari pandangan masyarakat, sudah pasti akan berpihak kepada ibu hamil, seperti apapun itu keadaannya. Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa memang kerap ada orang yang berpura-pura hamil hanya untuk mendapatkan tempat duduk, menyebalkan memang. Tapi hati nurani tak pernah dapat diingkari, benar atau tidak kehamilan itu, secara fisik orang tersebut akan mendapatkan perlakuan istimewa.

Nah, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum sosial itu lebih kuat dan lebih kejam. Sebagai seorang perempuan, sudah pasti hati nuraninya tergerak untuk menolong kaumnya apabila mendapatkan kesusahan. Hanya saja, dalam kasus ini, kedua wanita ini sama-sama mendapat kesusahan. Jadi sebenarnya siapa yang salah?

Sebelum pembaca menghakimi siapapun, entah itu Dinda atau pun ibu yang hamil, perhatikan lah, dari sekian banyak orang yang duduk disana apakah semuanya hamil? Apakah semuanya sakit? Tidak kan? Jadi kenapa bukan mereka yang membagi tempat duduk?

Semua kembali kepada pribadi masing-masing. Dengan semangat Kartini ini, hari ini, bulan ini, tahun ini, mari kita merenungi, bahwa bukan hanya emansipasi yang harus kita capai, tapi juga kemaslahatan bersama antar sesama wanita.

Seorang wanita tidak akan membiarkan wanita lain menderita.

Kalimat tadi petikan dari salah satu judul film India favorit saya.