Laman

Kamis, 29 Mei 2014

Bunuh Diri (Jangan) Jadi Pilihan

Apa sih yang terlintas dalam fikiran orang-orang yang nekat melakukan bunuh diri? Tentu saja bagi kita yang sekarang ini masih sukses menghirup nafas dengan begitu leganya akan merasa heran. Memang rasanya bodoh banget kalau ada orang yang rela menggadaikan nyawanya pada seutas tali, pada racun serangga, pada selongsong peluru. Tapi, pernahkah kita berfikir tentang apa yang mereka fikirkan.
Mungkin sebagian dari kita berkata, “mereka itu mana ada mikir?”

Well, kalau mereka nggak mikir, mereka nggak akan bunuh diri, mereka mungkin akan terjun ke jalan, kemudian lontang-lantung tanpa pakaian. Sebagai orang yang udah pernah mikir untuk bunuh diri, nah lho, itu dia, ada kata mikir. Iya, bunuh diri itu dipikir dulu. Mereka memilih bunuh diri karena ada yang mereka fikirkan. Hanya saja, apa yang mereka fikirka ini yang belum kita ketahui.

Alasan paling klise dan paling nggak masuk akal untuk bunuh diri adalah problem cinta. Entah mengapa, putus cinta, ditolak gebetan, sampai merasa disakiti oleh orang yang mereka sayang akan membawa orang tersebut untuk memilih bunuh diri.

Putus cinta. sakit emang, kalau ada yang bilang biasa aja, itu mungkin orangnya udah nggak punya perasaan (kayak akuh). Apabila dia cowok, berarti dia sudah cinta mati sama ceweknya, dan sudah memantapkan dalam hati bahwa cewek itu adalah jodohnya. Apabila ada korban jiwa, motifnya fifty-fifty. Apabila yang cowok meninggal, berarti itu cowoknya stress dan bunuh diri. Apabila ceweknya yang meninggal, itu berarti cowoknya kalap dan membunuh ceweknya. Eh, kok jadi sadis gini bahasannya.

Kemudian alasan yang paling sering dipakai oleh orang dewasa adalah kesulitan ekonomi. Pernah dengar kan ada sekeluarga yang bunuh diri karena terlilit hutang? Ya, seperti itulah, memang uang bukanlah sumber kebahagian, tapi, dewasa ini, sumber kebahagiaan adalah uang.

Setelah itu alasan yang menjadi lantaran para orangtua atau lanjut usia (lansia) memilih bunuh diri adalah karena sakit yang tak kunjung sembuh. Tidak mau merepotkan keluarga besarnya, anak-menantunya, biasanya mereka merasa putus asa dan memilih mengakhiri hidupnya untuk mengurangi beban atas biaya obat dan perawatannya.

Tapi sebenarnya, diantara sekian alasan, hanya ada satu alasan yang menjadi alasan yang paling mendasar diantara para pelaku bunuh diri. Mereka merasa sendiri, tidak terbuka untuk membagi keresahan hatinya, dan memendam emosi.

Mereka terkadang bukannya tidak mau cerita, hanya tidak tahu mau ceritanya itu gimana. Atau mungkin permasalahan mereka jauh lebih kompleks dari apa yang ada dalam bayangan kita. Namun, dari sekian teman yang ada disekelilingku, dan mereka memiliki permasalahan yang cukup kompleks, mereka tidak pernah memilih bunuh diri.

Well, dalam anggapan kita, bunuh diri adalah perbuatan paling pengecut karena memilih lari dari masalah. Namun, benarkah itu menyelesaikan masalah? Seharusnya tidak, itu hanya membebaskan pelaku untuk pergi tanpa perlu menghadapi permasalahan itu lagi didunia ini.

Oh iya, jika ada yang tanya padaku pernah nggak berfikir bunuh diri. Jawabnya iya. Alasan mengapa aku tetap hidup disini adalah, “Aku mungkin mempunyai hati yang mampu menampung seluruh kesakitan yang ada di bumi ini, namun aku tidak mempunyai apapun untuk menampung  seluruh dosa yang akan ku bawa ke akhirat nanti.”

Ya meskipun aku orangnya pecicilan dan urakan, aku tetap manusia yang beriman. Masih percaya adanya Tuhan dan masih memikirkan kehidupan setelah kehidupan.

Untuk siapapun kalian, percayalah, bunuh diri bukanlah sebuah pilihan yang tepat. Dia bukan juga pilihan alternatif. Dia ada di multiple choice yang hadir di lembar soal kehidupan yang tidak seharusnya kita pilih. Dia hanya ada, tapi bukan untuk kita ambil.


Seperti yang ada di film 3 idiots, ketika nanti kamu memilih menyerah dan berfikir untuk bunuh diri, ingatlah senyum kedua orangtuamu. Nisacaya keinginan bunuh diri itu akan luntur.

Sentuhan (Pelatih) Anyar

Kemarin, hari Rabu (28/5) PSS berlaga di Blitar. Ketika dikabarin temen-temen yang lagi awaydays, rasanya pengen banget. Tapi mau bagaimana lagi, kalau temanku yang satu itu nggak ikut, akan sulit ijin yang kudapatkan. Lagi pula pagi itu aku harus mruput ke kampus untuk bimbingan. Subuh-subuh bangun ada di rumah orang, iyalah, mau nggak mau semalem aku nginep di rumah temanku. Rencananya nggak nginep, tapi gegara temanku keasyikan telfon pacarnya ampe tengah malem, walhasil aku harus nginep disana.

Sore hari, tergopoh-gopoh aku ke basecamp, berkumpul dengan kawan-kawan, kemudian memantau timeline twitter yang mulai hingar bingar oleh satu kabar. Berharap ada kabar baik, apalagi PSS kali ini sudah diasuh oleh pelatih anyar. Ceritanya ngreyen pelatih baru. Semoga sentuhan pelatih anyar tersebut mampu membangkitkan semangat punggawa PSS semakin lebih dan lebih lagi. Ya, babak pertama PSS unggul, lewat gol yang dilesakkan oleh Guy Junior ke gawang lawan.

Tapi, begitu babak kedua dimulai, PSS langsung kecolongan dua gol. Kabar tersebut langsung menohok hati, rasanya begitu sakit. Di depan layar hanya mampu teriak-teriak gemes, “Come on Super Elja!!!”

Ya memang seperti ini rasanya kalau nggak nonton langsung di stadion. Gemesnya itu tuh nanggung. Apalagi ketika ada link streamingan yang nggak bisa dibuka, rasanya itu, ya Allah, nyesek banget. And then, peluit panjang berbunyi, PSS dinyatakan kalah, dan streamingannya baru bisa nyambung pas ketika suporter tuan rumah bersorak gembira. Semakin berlipat-lipat rasa kecewa.

Ada apa? Kenapa? Apa yang terjadi disana? Apa yang salah? Ini ada apa lagi?

Tanya itu terus bersemayam tanpa ada sebuah jawaban sebagai balasan.

Hari itu benar-benar rasanya jadi the worst day. Udah bimbingan ditolak, ini PSS kalah pulak. Ya Allah, semoga esok nggak kalah lagi ketika ngelawan PSBK. Semoga. Aamiin.

Senin, 26 Mei 2014

(Bukan) Tanah Kelahiran






// happy birthday to you,
happy birthday to you,
happy birthday, Gunungkidul,
happy birthday to you... // 


Hari ini (27/5) merupakan hari jadi Gunungkidul yang ke 183. Selain memperingati hari lahir, seluruh warga juga mengenang gempa yang delapan tahun lalu meluluh lantakkan kota Jogja. Satu-satu dulu ya bahasnya, mau bahas Gunungkidul dulu. Aku sebenarnya bukan asli anak Gunungkidul, lahir aja numpang di Klaten. Maklumi, mamakku orang Gunungkidul, sementara bapakku orang Klaten.

Meski sebenarnya kedua orangtuaku menetap di Klaten, kedua kakakku lahir di Gunugkidul. Hal ini dikarenakan kakekku yang tinggal di Gunungkidul ingin cucunya lahir disana. Dan ketika ibuku hamil tua karena mengandung aku, tetangga-tetangga yang ada di Klaten langsung nyeletuk, kenapa nggak pulang ke Gunungkidul buat lahiran. Merasa disindir, mamakku memutuskan untuk melahirkanku di sana.

Dan ketika aku berumul 3 tahun, tepatnya tahun 1994, keluargaku memilih untuk hijrah ke Gunungkidul. Perpindahan itu pun bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan maku adalah anak perempuan satu-satunya kakek, dan harus tinggal dirumah, mau tak mau seluruh keluarga pindah ke Gunungkidul.

Jaman dahulu memang susah hidup di Gunungkidul. Masih terbayang ketika masa paceklik itu, makan nasi jagung dengan lauk seadanya. Kadang cuma kerupuk dan kecap, belum lagi untuk pakan ternak juga sulit. Ah, terlalu banyak kenangan manis pahit yang aku habiskan di Gunungkidul.

Paling tidak, Gunungkidul adalah kampung halamanku, tempat aku pulang, melepas rindu kepada bapak mamak. Terima kasih Gunungkidul Handayani, padamu aku titipkan sebagian hati. Ada banyak cinta yang tertinggal disana.

Selain itu, kalau membahas tentang gempa delapan tahun lalu, ada kelucuan tersendiri. Pagi itu belum ada pukul enam, aku sudah bersiap dengan seragam dan tinggal mengikat tali sepatu. Aku sedang duduk di pinggir tempat tidur, menunduk untuk mengikat tali sepatu, dan saat itu ku rasakan bumi bergoyang. Lemari dan pintu berderak keras, kontan aku segera beranjak dan lari. Bapak dan salah satu kakakku masih tertidur lelap, lekas saja aku teriak untuk membangunkan mereka. Tepat ketika aku sudah keluar dari pintu, bapak dan kakakku baru saja keluar dari rumah.

Pohon bergoyang, pintu masih berderak, suara orang berteriak, sementara aku masih sibuk dengan lututku yang tak berhenti bergetar. Masih dalam kepanikan aku mengingat mamakku yang tengah belanja dipasar, apa kabarnya?

Ketika bumi dirasa sudah tidak bergoyang, kami masuk ke rumah dan bermaksud menyalakan radio. Tapi yang terdengar hanyalah suara bising tak beraturan, mungkin gempa tadi juga sudah mengguncang studio radio tersebut.

Belum lagi salah satu kakakku yang satu ada di Jogja, kami kebingungan mencari informasinya. Tidak ada telepon, apalagi handphone. Aku memutuskan tetap berangkat sekolah, mengingat tidak ada banyak tanda-tanda kerusakan. Kebetulan aku sudah selesai ujian dan hanya menyambangi skeolah saja, tapi ternyata sekolah lekas diliburkan karena beberapa kali ada gempa susulan dan kami masih trauma.

Selama beberapa kali kami sekeluarga bergantian jaga ketika malam tiba. Masih takut dengan gempa. Dan tak lama, tetangga kami memberitahu kami bahwa kakakku yang ada di Jogja dalam keadaan baik-baik saja, hanya bangunan yang rusak.

Beberapa minggu setelah itu, bapak ikut tetangga untuk membantu orang-orang di Bantul membangun kembali rumahnya. Pulang-pulang bapak sakit, mamak marah, marah bukan karena murka, tapi karna kesal bapak terlalu ngeyel untuk tetap ke Bantul meski kondisi tidak fit. Disana aku tahu kenapa aku sekarang seperti ini, tetap memaksa bekerja meski badan sudah memberi kode untuk istirahat.

Semua itu adalah kisah dan kenanganku ketika di Gunungkidul. Terimakasih telah memberikan banyak kenangan, membiarkanku menjadi sebagian kecilmu. Happy Anniversary my lovely regency.

Rabu, 21 Mei 2014

Happy Birthday My First Love





Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiroo...
Ya Allah, ampunilah aku, ibu, bapakku dan kasihilah mereka, sebagaimana mereka berdua telah mengasihiku sewaktu kecil.
Aamiin.


“Sugeng ambal warso pak, mugi tansah pinaringan sehat... ngapunten ngantos sakniki dereng saged damel bapak bangga.... (2014/05/21 – 08:54)”

“Alhamdulillah anakku wedok sing tansah tak sayang bapak matur nuwun dene kowe ngucapke salam nggo bapak, kosok baline mugo-mugo desy diparingi gangsar gampang cita-citane kabul lan kasembadan sedyane insya ALLAH gusti ALLAH ridho, aamiin.... (2014/05/21 – 12:03)”

Hari ini adalah ulang tahun bapak. Bapak adalah orang yang sangat berpengaruh dihidupku, meski kami jarang berinteraksi secara langsung, beliau tetap paham dengan perkembanganku. Aku dan bapak sama-sama orang yang hemat bicara, bicara seperlunya, dan tidak suka berbasa-basi.

Beliau orangnya kuat dan tegar. Meski begitu pernah sekali aku membuatnya menangis, membuat hatinya hancur, dan saat itu pula aku benar-benar merasa hancur. Bahkan setiap kali kangen sama bapak, aku pasti menangis. SMS yang baru saja sampai padaku itu mengingatkanku pada masa-masa itu.

Bapak orangnya juga gemati, perhatian dan penuh kasih sayang. Meski tidak ditunjukkan secara terang-terangan. Aku sayang sama bapak. Masih terngiang pesan mamakku, “Kalau nyari suami nanti, yang gemati kayak bapakmu, kayak mas-masmu, jangan yang sembarangan, yang akhirnya cuma ninggalin dan bikin sakit hati.”

Air mata ini selalu tumpah, bahkan merangkai kata ini pun linangan air mata ini menggenang di pelupuk mataku, nyaris luber. Bapak, maaf, hingga saat ini aku masih mengecewakan bapak, belum bisa bahagiain bapak, belum bisa bikin bapak bangga. Semoga bapak baik-baik dirumah sama mamak.



Senin, 19 Mei 2014

Selebrasi di Penghujung Putaran Pertama





//
panjang umurnya,
panjang umurnya,
panjang umurnya serta juara,
serta juara, serta juuwaaaraaakkk...
//



Jarak antara pertandingan sebelumnya terbilang dekat dengan pertandingan selanjutnya. Gairah kemenangan yang baru saja terasa mungkin seakan terusik sedikit dengan sebuah berita yang tidak sesuai dengan keinginan. Moeniaga sedang menjalani akumulasi kartu kuning sehingga tidak bisa mengikuti pertandingan hari Minggu (18/5). Berita yang beredar mengabarkan bahwa posisi Moeniaga digantikan oleh legiun asing yang tengah paceklik gol, Guy Junior.

Beberapa komentar pedas cukup membuat keyakinan dihati semakin gamang. Namun sebuah status dari salah satu official yang menyebutkan bahwa Guy berjanji untuk mengakhiri masa paceklik golnya dan bermain sesuai dengan apa yang diharapkan oleh seluruh elemen pendukung PSS.

Sementara itu, Minggu pagi ketika menyambut PSS day, harus pergi ke resepsi dulu ke Bantul. Kostum yang begitu rapi dan feminim pagi ini, akan berganti dengan kostum casual untuk nanti malam. Cuaca di Bantul cukup panas, membara seperti smeangat yang bergemuruh dalam dada. Bahagia yang terpancar sejak kemarin berpadu dengan kebahagiaan sepasang sahabatku yang sedang bersanding di pelaminan.

Sore hari meluncur ke rumah temanku, disana kostum mulai terganti. Meski tetap saja ada bekas kostum kondangan yang terpakai. Seperti jilbab pink kesayanganku, kemudian high heels yang tetap melekat dikaki karena aku lupa membawa sepatu kets.

Oh iya, kakaknya temanku meninggalkan syal karena hendak menonton dari tribun timur, so syal itu kami bawa sekalian dengan beberapa roll paper. Tiket sudah ditangan, kami segera meluncur ke stadion yang sudah ramai oleh suporter dan penonton. Diportir kami disambut oleh para ladies yang siap menampung sumbangan untuk coreo, salut untuk mereka yang meski ada yang mengabaikan, tetap berjuang untuk mengumpulkan dana. Dan kami, masih di tempat biasa, tribun selatan bagian barat, tepat di sudut patahan.

Awalan masih berlangsung dengan chant dari slemania, dan beberapa suporter PSBI yang berada di tribun timur sebelah utara mulai bernyanyi lantang. Sementara tribun kami tengah sibuk membagikan kertas untuk coreo. Tak berapa lama kami siap dan mulai bernyanyi lantang, ketika “bintang-bintang” menyala di seluruh tribun, itu berarti coreo dari kami berhasil. Lantang suara terus kami keluarkan hingga tiga gol tercipta.

Ketika turun minum, kami tetap saja tak bisa diam sejenak karena sibuk tertawa oleh tingkah Falcao yang tengah menganggu konsentrasi latihan para pemain PSBI. Gelak tawa kami semakin membuat Falcao bersemangat mengusik mereka, bahkan dia juga mengikuti gerak gerik pelatih. Kontak tawa kami semakin keras saja.

Guy sudah tak lagi paceklik gol, bahkan dua gol sudah dia sumbangkan. Kenapa tidak dari awal musim saja? Kenapa baru sekarang dia menggila di akhir putaran pertama ini? Apakah ada “sesuatu”?

Lepas dari semua itu, kami cukup puas dengan pertandingan yang benar-benar lepas. Mereka bermain dengan begitu bangga. Seluruh punggawa begitu enjoy bermain setelah ditinggal coach “Mbah Galak”. Setelah pertandingan selesai pun, masih ada hiburan tak terduga dari official PSS. Siapa lagi kalau bukan Surya “Kuda” yang kembali menyalakan dual flares ditengah lapangan. Seluruh penghuni tribun selatan pun menyanyikan lagi “Panjang Umurnya”.

Selain itu, selamat ulang tahun untuk PSS Sleman yang akan dirayakan nanti pada hari Selasa (20/5). Dirgahayu 38 tahun. Semoga tetap menjadi kebanggaan.

Sekali lagi, terima kasih pahlawan. Kami benar-benar terpuaskan.



Jumat, 16 Mei 2014

Java Eagle Returns






//Siapa yang berlari disana
itu dia super elang jawa
kibarkan bendera
kita bernyanyi bersama
agar PSS juara//



Mendengar kabar kekalahan PSS sewaktu tandang ke Ngawi kemarin benar-benar menyesakkan hati. Malam minggu yang benar-benar kelabu. Kebetulan waktu waktu itu aku tengah nongkrong di angkringan dekat pasar Wonosari bersama anak-anak Forum Komunitas Online Gunungkidul (FKOGK). Ketua forumnya kebetulan juga Sleman Fans, aku dan dia membicarakan PSS yang akhir-akhir ini memang nyaris terpuruk, bahkan menjadi juru kunci di klasemen sementara grup.

Belum lagi setelahnya mendengar berita bahwa coach Sartono yang biasa disebut “mbah Galak” itu mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawabanya atak ketidaksuksesannya membawa PSS sukses seperti sebelumnya. Aku sendiri bingung, antara lega atau kecewa. Kebingungan itu bercampur menjadi satu dan mengendap dalam fikiran.

Hari Rabu (14/5) menjadi hari PSS. Sudah sejak tengah malam semangat ini mengalir dan tak kunjung padam, bahkan kian seperti tabuhan genderang saja gemuruh dalam dada. Dan malam itu adalah malam penentuan, akankah kemenanganan yang kami dapatkan? Atau justru semakin terpuruk di jurang terdalam?

Selembar tiket tribun kuning sudah ditangan, roll paper yang baru saja menerjang bibirku karena kurang sigap menangkap ketika dilemparkan oleh temanku juga sudah ku genggam erat, bahkan semangat ini sudah nyaris luber memenuhi ragaku yang kurasa rapuh.

Ini dada yang menyimpan hati berbalut cinta, cinta yang sepenuhnya untuk super elja. Ah, sedemikian hebatnya kah perasaan ini menggerus kewarasanku, bahkan nyaris dibuat gila oleh emosi yang menggebu-gebu ini. Kangen ini pun sudah tak tertahankan, harus benar-benar tertebus malam ini.

Gerimis mengundang kemengan, batinku. Tak melunturkan sayang dan semangat yang ku punya. Justru semakin gencar saja rasa itu menusuk-nusuk relung hati. Lekas saja ketika peluit panjang dibunyikan, pertanda pertandingan siap dilangsungkan, langsung saja suara kami lantangkan, gemuruh dari tribun selatan.

Gegap gempita selalu hadir ketika gol berhasil disarangkan dalam gawang lawan. Mulai dari Ridwan Awaludin, Moeniaga, kemudian tendangan pinalti milik Saktiawan Sinaga. Oh iya, waktu turun minum tiba, kami seluruh penghuni tribun mendapat hiburan yang membuat gelak tawa tak kunjung reda. Falcao, maskot super elja itu melakukan impersonate pada salah satu pemain PBSK yang tengah latihan. Pemain PBSK yang merasa ditiru gerakannya oleh Falcao kemudian mendekat dan seolah-olah mereka latihan bersama. Kami semua tertawa.

Setelah babak kedua, coreo pun dimulai. Tepat diujung tali rafia yang terbentang, dengan kertas berwarna hijau ditangan, aku kembali memaksa suara yang nyaris tak sempurna seperti sebelumnya, dan sudah mulai kedengaran cempreng itu untuk menyanyikan lagu “Happy Birthday Sleman” yang kebetulan besok akan bertambah usianya menjadi 98. Dan gol dari Moeniaga menjadi pelengkap kado terindah untuk Sleman.

Terimakasih PSS Sleman, malam ini kami benar-benar merasakan atmosfer yang menakjubkan. Semangat kalian kembali dan terbukti malam ini, kalian bermain dengan bangga. Sekali lagi terima kasih pahlawan.


Sabtu, 10 Mei 2014

Wangi Aroma Tubuhmu



"Hallo dunia selamat malam minggu
Beri malam yang tak terlupakanMenyentuhmu dengan kata indahWangi aroma intim berdua
(Ada Band)"



Adakah yang lebih menyiksa dari sisa kenangan yang tertinggal dalam ingatan. Ya, itulah wangi aroma tubuhmu. Begitu menyesakkan ketika memasuki rongga pernafasanku. Aku tak membicarakan pedih perih dari bekas luka yang masih menganga, aku sedang membicarakan wangi aroma tubuhmu. Bahkan dengan mata tertutup pun aku bisa menyadari kehadiranmu, lewat wangi aroma tubuhmu. Ini begitu menyedihkan. Ya kan? Karena yang tersisa dalam memoriku saat ini hanyalah wangi aroma tubuhmu.

Mungkin parfum yang kau gunakan sama dengan berpuluh-puluh lelaki yang berseliweran dalam pandanganku, tapi wangi aroma tubuhmu, tak ada yang menyamainya. Mendekati pun tidak. Hanya kamu seorang yang mempunyai wangi aroma tubuh seperti itu. Kau boleh katakan aku anjing atau hewan apapun yang mempunyai hidung sensitif untuk mengenali suatu hal, tapi yang kuingat, hanyalah wangi aroma tubuhmu.

Apakah ada yang salah? Mungkin aku yang salah pernah memasukkan wangi aroma tubuhmu dalam bilik ingatan yang kupunyai. Mungkin seharusnya dulu aku mengabaikan wangi aroma tubuhmu dan terfokus pada dirimu semata. Atau mungkin saja aku membenci wangi aroma tubuhmu. Tapi itu semua tidak mungkin, karena keterlanjuran yang ada hanyalah aku mengenali wangi aroma tubuhmu.

Jumat, 02 Mei 2014

Seperempat Abad Lebih Satu

Usia yang dirasa cukup matang dan dewasa.  Bahkan untuk ukuran manusia pun, usia dua puluh enam adalah usia yang pas untuk menikah, untuk memikirkan masa depan secara serius, untuk menyempurnakan sebuah hubungan. Tapi, yang ku maksudkan disini adalah sebuah organisasi dimana aku tinggal bernama PENDAPA.

Secara bahasa, harfiah, sudah dapat ditebak arti pendapa itu apa? Ya, sebuah tempat semacam panggung terbuka tanpa atap. Sebuah tempat untuk siapapun yang ingin singgah. Sekedar melepas lelah atau bercengkerama dengan siapa saja.

Dan memang seperti itu yang kudapati. Siapa saja boleh singgah di tempat bernama lorong pojok ini. Maklum saja, tempatnya memang sedikit nyempil di ujung koridor perpustakaan. Gelap, lembab, dan gerah.

Tapi kau tahu, yang kudapati disana lebih dari itu. Lebih dari sekedar suasana yang mistis. Disana kudapati kehangatan persaudaraan, kekeluargaan. Sejuknya kebersamaan. Dan cerahnya pemikiran.

Februari 2010. Awal dilantik sebagai anggota magang, meski tanpa melalui tes terakhir yang cukup fatal jika tidak diikuti, akhirnya aku diterima. Awalnya pengen banget masuk, abis itu jadi biasa aja, lalu jadi biasa banget, eh akhirnya kok jadi luar biasa.

Bagaimana tidak luar biasa, pengalaman yang kudapatkan lebih dari apa yang kubayangkan. Entah apa lagi yang bisa menggambarkan kebanggaanku ini tentang pendapa. Bahkan larangan orangtua untuk masuk ke organisasi ini kuabaikan begitu saja. Lebih lucu lagi, dulu aku harus membagi waktu antara kuliah, pendapa dan pacaran. Sempat sekali waktu aku harus gagal kencan karena harus launching majalah. Tapi ada lain waktu aku harus terlambat datang ke acara reshuffle karena sedang berkencan.

Tapi dengan begitu, aku mulai menghargai waktu, apalagi dengan kata deadline yang seharusnya mencekik leherku setiap waktu. Dan kini sudah mulai mengakrabi. Dan hingga hari ini bahkan sudah seharusnya aku tak lagi turut campur, tapi tetap saja, aku merasa masih menjadi bagian dari pendapa.

Terimakasih sudah memberikan pengalaman, pengetahuan, pemikiran, persaudaraan, kekeluargaan, dan semua yang indah.

Terima kasih sudah menjadi tempat berkeluh kesah, belajar dan menempa ilmu.

Terimakasih.