Laman

Minggu, 19 Januari 2014

Galau Itu (nggak) Penting

Galau. Sebuah kata yang sekarang dijadikan alibi atas tidak mood-nya seseorang. Sedikit-sedikit galau, sedikit-sedikit galau, galau kok sedikit-sedikit, kayak cicilan aja perlu dikredit. Sebenarnya untuk apa sih seseorang mengatakan galau. Sebenarnya ada beberapa kategori galau, ini tidak bisa menjadi tolok ukur karena penelitiannya hanya sebatas pengamatan sekitar dan pengalaman pribadi.

Yang pertama ada galau murni. Galau murni adalah kegalauan yang benar-benar muncul dari dalam diri seseorang, dimana masalahnya intrinsik dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang disekitarnya. Biasanya hanya ada masalah perseorangan atau dengan seseorang. Galau murni adalah galau tingkat dewa, sangat akut dan sulit menemukan penawarnya, bukan sulit sih sebenarnya, karena penawarnya ada dalam diri orang tersebut. Galau yang kayak gini biasanya nyalah-nyalahin keadaan.

Misal, galau karena pacar, galau karena tugas, galau karena nggak punya duit. Galau karena pacar, ya diselesaikan berdua dengan pacar, nggak perlu bawa-bawa orang sekampung, ngadu kayak dipengadilan. Galau karena tugas sih simple urusannya, tinggal dikerjain, susah amat, amat aja nggak sesusah itu. Kalau galau karena nggak punya duit ya kerja, nggak minta mulu ke orang tua, dikiranya orangtua itu bank seumur hidup?

Galau yang kedua itu galau bayangan. Galau bayangan itu galau yang cuma ikut-ikutan. Temennya galau, sendirinya gak galau kok berasa nggak asik, jadi ikutan galau. Galau yang kayak gini biasanya nyalahin diri sendiri. Galau seperti ini biasanya menyerang para pendengar curhat yang setia. Mau komentar dikira sok menggurui, ngasih solusi dibilang nggak paham kondisi, mau diem dikira nggak peduli, akhirnya: galau. Penawarnya cuma satu, tabahkan diri untuk tidak ikut galau. Kalau dibilang sok menggurui, ya pastikan saja kalau kalian memang berpengalaman atau emang profesinya psikiater, kalau dibilang nggak paham kondisi, pastiin bahwa kalian pernah berada dalam situasi tersebut atau minimal pernah menemui masalah tersebut di orang-orang terdekat kalian, kalau dibilang nggak peduli, tersenyum dan tataplah matanya dan bilang, “aku selalu disampingmu.” Padahal dalam hati mikir, “kalau ujung-ujungnya gini, kenapa musti aku dengerin?”

Galau yang ketiga, adalah galau pencitraan. Yang kayak gini biasanya cuma alibi, galau pura-pura. Galau pencitraan itu ada yang negatif ada yang positif. Kalau yang negatif, biasanya hanya untuk cari perhatian, sedikit-sedikit galau biar ada yang bilang, “sabar ya”, “ini cuma cobaan”, “semua pasti berlalu, Tuhan tahu kalau kamu kuat”. Beuh, yang kayak gini sering nemu di sosial media, dan saya sendiri pernah mencoba melakukannya, dan ternyata rasanya memang aneh, perhatian yang tidak pada tempatnya. Galau pencitraan yang positif itu hanya untuk menenangkan saja. Semisal pacarnya bikin cemburu, kalau nggak galau dikira gak cinta, ya sudah, pura-pura galau, biar dibilang nggak terlalu cuek lah. Paling tidak dengan begitu yang bikin cemburu akan paham. Tapi ini hanya berlaku untuk yang bikin cemburunya pura-pura, karena ini berbanding lurus dengan galau yang juga pura-pura. Kalau bikin cemburunya sungguhan, sudah pasti galaunya galau murni. Kan? Galau yang kayak gini biasanya nyalahin orang lain. Kalau ditanya kenapa galau, pasti jawabnya, “dia sih gitu,” atau “dia dulu yang mulai.” Kalau gitu terus gimana?

Tapi sebenarnya galau itu nggak perlu, udah nggak jaman. Buat apa sih susah-susah galau, cuma bikin hati resah, gundah, dan nggak jelas terus berubah-ubah. Nggak capek apa? Sekali-kali bersyukur, masih diberi kesempatan hidup, oksigen juga masih gratis. Apalagi yang mau digaulin, eh, digalauin?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar