Galau. Sebuah kata yang sekarang dijadikan alibi atas tidak
mood-nya seseorang. Sedikit-sedikit galau, sedikit-sedikit galau, galau kok
sedikit-sedikit, kayak cicilan aja perlu dikredit. Sebenarnya untuk apa sih
seseorang mengatakan galau. Sebenarnya ada beberapa kategori galau, ini tidak
bisa menjadi tolok ukur karena penelitiannya hanya sebatas pengamatan sekitar
dan pengalaman pribadi.
Yang pertama ada galau murni. Galau murni adalah kegalauan
yang benar-benar muncul dari dalam diri seseorang, dimana masalahnya intrinsik
dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang disekitarnya. Biasanya hanya
ada masalah perseorangan atau dengan seseorang. Galau murni adalah galau
tingkat dewa, sangat akut dan sulit menemukan penawarnya, bukan sulit sih
sebenarnya, karena penawarnya ada dalam diri orang tersebut. Galau yang kayak
gini biasanya nyalah-nyalahin keadaan.
Misal, galau karena pacar, galau karena tugas, galau karena
nggak punya duit. Galau karena pacar, ya diselesaikan berdua dengan pacar,
nggak perlu bawa-bawa orang sekampung, ngadu kayak dipengadilan. Galau karena
tugas sih simple urusannya, tinggal dikerjain, susah amat, amat aja nggak
sesusah itu. Kalau galau karena nggak punya duit ya kerja, nggak minta mulu ke
orang tua, dikiranya orangtua itu bank seumur hidup?
Galau yang kedua itu galau bayangan. Galau bayangan itu
galau yang cuma ikut-ikutan. Temennya galau, sendirinya gak galau kok berasa
nggak asik, jadi ikutan galau. Galau yang kayak gini biasanya nyalahin diri
sendiri. Galau seperti ini biasanya menyerang para pendengar curhat yang setia.
Mau komentar dikira sok menggurui, ngasih solusi dibilang nggak paham kondisi,
mau diem dikira nggak peduli, akhirnya: galau. Penawarnya cuma satu, tabahkan
diri untuk tidak ikut galau. Kalau dibilang sok menggurui, ya pastikan saja
kalau kalian memang berpengalaman atau emang profesinya psikiater, kalau
dibilang nggak paham kondisi, pastiin bahwa kalian pernah berada dalam situasi
tersebut atau minimal pernah menemui masalah tersebut di orang-orang terdekat
kalian, kalau dibilang nggak peduli, tersenyum dan tataplah matanya dan bilang,
“aku selalu disampingmu.” Padahal dalam hati mikir, “kalau ujung-ujungnya gini,
kenapa musti aku dengerin?”
Galau yang ketiga, adalah galau pencitraan. Yang kayak gini
biasanya cuma alibi, galau pura-pura. Galau pencitraan itu ada yang negatif ada
yang positif. Kalau yang negatif, biasanya hanya untuk cari perhatian,
sedikit-sedikit galau biar ada yang bilang, “sabar ya”, “ini cuma cobaan”, “semua
pasti berlalu, Tuhan tahu kalau kamu kuat”. Beuh, yang kayak gini sering nemu
di sosial media, dan saya sendiri pernah mencoba melakukannya, dan ternyata
rasanya memang aneh, perhatian yang tidak pada tempatnya. Galau pencitraan yang
positif itu hanya untuk menenangkan saja. Semisal pacarnya bikin cemburu, kalau
nggak galau dikira gak cinta, ya sudah, pura-pura galau, biar dibilang nggak
terlalu cuek lah. Paling tidak dengan begitu yang bikin cemburu akan paham. Tapi
ini hanya berlaku untuk yang bikin cemburunya pura-pura, karena ini berbanding
lurus dengan galau yang juga pura-pura. Kalau bikin cemburunya sungguhan, sudah
pasti galaunya galau murni. Kan? Galau yang kayak gini biasanya nyalahin orang
lain. Kalau ditanya kenapa galau, pasti jawabnya, “dia sih gitu,” atau “dia
dulu yang mulai.” Kalau gitu terus gimana?
Tapi sebenarnya galau itu nggak perlu, udah nggak jaman. Buat
apa sih susah-susah galau, cuma bikin hati resah, gundah, dan nggak jelas terus
berubah-ubah. Nggak capek apa? Sekali-kali bersyukur, masih diberi kesempatan hidup,
oksigen juga masih gratis. Apalagi yang mau digaulin, eh, digalauin?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar