"Jangan, jangan begitu
Nanti aku akan terbiasa
Terbiasa sendiri
tanpamu..."
Bukan aku meragukanmu, bukan, hanya saja, semua kisah lalu
yang terlewati sama saja nampaknya. Mereka menitipkan hatinya padaku, tapi aku
lupa, yang mereka titipkan hanya sekeping saja, kepingan yang lain mereka bawa
pergi, dan entah mereka bagi pada siapa di luar sana. Sementara aku hanya
terpaku, diam membisu, membatu, menunggu. Menggenggam sekeping hati yang
kupercaya sebagai jaminan setiaku.
Bukan aku meragukanmu, bukan, hanya saja aku sudah terbiasa
mengecap rasa pahit pengkhianatan, mencicipi getirnya sebuah kepergian tanpa
alasan. Bah! Sampai sekarang pun aku masih percaya kata cinta. Padahal dulu,
sempat kubuang jauh-jauh perasaan itu. Tapi terus saja melenting kembali dengan
begitu sempurna. Ah, siapa yang peduli. Luka ini aku yang rasa sendiri. Kan?
Bukan aku meragukanmu, bukan, hanya saja aku lama sendirian.
Seberapapun jarak yang membentang, tak pernah mengurangi rasa itu. Rasa dingin
yang melingkupi jagatku seorang. Eh, kau juga merasakan? Mungkin kita sehati? Jodoh
kali? Aku tersenyum dalam hati.
Aku menggenggam sekeping hatimu, jaminan atas setiaku. Kau tahu,
tak pernah terlintas dalam benakku untuk menduakanmu, mengkhianatimu bahkan
bermain-main tanpa sepengetahuanmu. Kau boleh gunakan kepingan hatimu yang ku
genggam ini untuk membunuhku. Apa kau percaya?
Aku menggenggam sekeping hatimu, jaminan atas setiaku. Berdiri
disini sendiri pun aku tak peduli. Aku tahu, dalam bayangmu pun kamu memeluk
ragaku dengan begitu eratnya, membagi kehangatan untuk melepas dinginnya rasa
kesepian. Ah, aku sendiri benci kata rindu, terlalu sakit untuk merasakannya,
dan tak pernah ku temui penawarnya hingga saat ini. Sudah berulang kali aku
teracuni rindu itu sedemikian parahnya, kemudian yang memiliki penawar sudah
melarikan diri, menabur racun rindu pada yang lain. Ah, kau pasti tahu apa
gunanya kepingan hati yang mereka titipkan. Ya, aku bunuh diriku, aku bunuh
perasaanku dengan kepingan hati itu. Jadi kau tak perlu khawatir, tak perlu
menanyakan lagi, apakah dihati ini masih ada perasaan pada yang lalu ataupun
yang lain. Nama mereka tinggal ukiran di nisan hatiku. Kau senang?
Aku suka perhatianmu, aku suka caramu memanjakanku. Ah,
andai kau tahu awalnya aku ragu. Awalnya aku harus meraba dulu kemana arah
tujuanmu, baru aku sedia mendampingimu. Andai kau tahu itu. Bukan, bukan aku
meragukanmu. Aku meragukan diriku sendiri. Aku meragukan takdirku. Masihkah
seperti dulu, atau akan memiliki kisah yang lain bersamamu? Tapi sekarang aku
tak begitu peduli, yang aku tahu kau katakan kau cinta aku, dan aku pun cinta
kau.
Bolehkah aku bertanya padamu yang diam disana, apakah kau
genggam kepingan hatiku juga, jaminan atas setiamu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar