Laman

Sabtu, 20 September 2014

Candle Light Soccer


Sudah lama banget nggak nyapa blog ini karena sibuk ngurusin blog orang lain. Pengen nyeritain laga PSS hari Selasa (16/9) kemarin deh. Laga yang bikin dag dig dug duer pokoknya. Apalagi waktu itu aku lagi demam gara-gara salah makan. Haduh. Kemarin-kemarin gak boleh maem bayem karena kalau abis maem pasti demam parah, sekarang ditambah nggak boleh maem sawi. Payah.

Seperti biasa lah, meski kabar suhu badan tetap nggak seperti biasa, luar biasa banget malah, panasnya. Kami (aku, ayah, yoga, nur sama mas harowi) biasanya duduk di tribun selatan pojok barat di sudut patahan, pengennya agak ke tengah gitu, tapi terlambat, udah penuh banget. Ya udin deh, kami di tempat semula.

Meski seperti pandawa, dimana aku arjunanya, hahaha, aku duduk diantara mereka. Ramai banget. Apalagi ketika laga dimulai, langsung diawali dengan koreo, aku hanya bisa sesekali ngechant, sesekali batuk, sesekali duduk, sesekali berdiri, sesekali mumet. Dengan kepala yang nyut-nyutan, nyoba bertahan, apalagi ngelihat para pemain dihantam sembarangan. Duh, air mata ini tiba-tiba meluap.

Aku cengeng. Iya, memang. Tapi ngelihat PSS yang tertatih-tatih gitu dan hampir habis babak pertama tetap saja tak ada gol yang dilesakkan ke gawang lawan, sakitnya tuh disini –nunjuk hati –dan aku hanya bisa nangis sambil terus bernyanyi. Pada akhirnya babak pertama selesai dengan hasil imbang.

Rasanya nggak karuan banget, kayak badanku. Tapi masih mencoba bertahan. Semoga di babak kedua nanti bisa mencetak gol. Meski diawali dengan keterlambatan wasit masuk lapangan, dan berbagai macam pelanggaran, akhirnya PSS dapat hadiah pinalty. Dan GOOOOLLLLLL!!!

Rasanya lega tak terkira. Cukup pertahankan ini dan semua baik-baik saja. Kemudian pelanggaran semakin keras meski jarang keluar kartu dari wasit, membuat beberapa botol air minum melayang ke lapangan ataupun bench tim tamu. Ketika hampir masuk waktu selesai, sang kiper gemes itu terkapar, dan harus diganti. Tak berapa lama peluit berbunyi nyaring dan panjang. Laga terselesaikan. Dan kita menang, kiper gemes Herman Batak yang tadinya ku pikir cedera itu langsung berlari menuju kiper pengganti yang masih di bawah tiang gawang. Aku cuma bisa bengong.

Tapi kebahagiaan itu ternoda oleh ributnya tribun VIP, disana pecah sudah. Bentrok lah dengan aparat keamanan. Kemudian, sesuatu yang ku fikir kembang api itu melesat. Menuju tribun barat pojok selatan dan lewat, kemudian berhenti di tribun selatan pojok barat. Aku kira itu memang benar-benar kembang api. Tapi satu lagi melayang lewat di sampingku agak jauh ke belakang, keluar. Aku masih bertanya-tanya, darimana polisi itu mendapat kembang api. Dan semua berubah ketika udara pedas dan sesak itu menyerang. Ternyata yang ditembakkan polisi adalah gas airmata. Aku hanya ikut saja ketika temanku menyeretku untuk keluar. Lagi pula aku sudah tidak tahan dengan pedihnya mata dan sesak di tenggorokan.

Sampai di luar kami memutuskan pulang. Tapi ternyata ada satu yang terlewatkan. Yaitu tradisi menyanyikan padamu sleman bersama para punggawa, ternyata lampu didalam dimatikan, dan tribun selatan dipenuhi bintang-bintang. Entah itu dari nyala korek api atau nyala hape. Sungguh romantis. Berasa candle light dinner bersama pacar. Dan ini lebih dari romantis. Terima kasih PSS. I cant stop falling in love with you.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar