Laman

Kamis, 10 Desember 2009

Aku Cinta Kamu Apa Adanya

Ada sedikit sesak bersarang dihati Nita. Tapi, lebih terasa sakit dihati Nita disaat dirinya mendengar berita bahwa sang kekasih sedang berusaha menantang maut yang akan membawanya pergi, pergi meninggalkan dunia, pergi meninggalkan Nita.
Airmata yang sejak kemarin berlinang, belum sempat dihapus, kini telah disambung dengan linangan airmata baru yang kian membanjir. Tak cukup hanya menggenang, tapi telah tumpah membasahi pipinya yang kian pucat.
Dia belum siap kehilangan Danar, terlalu manis kenangan yang mereka buat, terlalu singkat waktu yang dilewati bersama, terlalu perih sakit yang baru saja digoreskan. Baru saja dia mengusap airmatanya dengan selembar tisu terakhir, karena yang lainnya telah terserak dilantai. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan dering handphone-nya, satu pesan masuk.
Nita menyiagakan hatinya, bersiap dengan segala kemungkinan, dengan ragu dia membuka pesan itu. Ternyata dari Anang, kakak Danar.
Danar pengen bilang sesuatu sama kamu, cepetan ke rumah sakit…
Nita menggigit bibirnya kuat-kuat, berusaha mengusir semua firasat buruk yang mengganggu fikirannya. Paling tidak ia mengerti, kalau terjadi sesuatu yang sangat buruk, Anang pasti akan menelfonnya, bukan mengirimkan pesan. Dengan segera Nita menyambar jaket dan kunci sepeda motornya. Sepuluh menit berikutnya, Nita sudah ada di rumah sakit, dengan terburu-buru dia berlari masuk ke rumah sakit menuju kamar 308.
Danar masih tergolek lemah, perban yang penuh bercak darah menutupi lengan, kaki dan sebagian dari tubuhnya.
Danar yang sekarang berbeda dengan Danar yang dulu, yang lincah, katif, agresif, energik dan sedikit nakal. Tapi kini, Danar tergolek tak bedaya seperti ini karena sebuah kecelakaan.
Nita tak kuasa melihat keadaan yang seperti sekarang, tapi sedikit kesal dan kecewa kembali mengusiknya. Fakta bahwa Danar selingkuh, selingkuh dengan Tika, pacar Anang. Fakta yang menyakitkan hati Nita maupun Anang. Tangis sedih dan sakit hati pecah saat dia mulai duduk disamping ranjang Danar.
Kecelakaan terjadi di tikungan dekat kampus Tika, saat Danar mengendarai motornya keluar halaman kampus saat menjemput Tika tertabrak oleh truk yang melaju sangat kencang. Motor Danar terlempar jauh, sementara Danar terpental dan beruntung jatuh ke sawah yang letaknya tak jauh dari kampus. Tapi, Tika yang terlempar jauh dan kepalanya menghantam pohon, berdaah dan meninggal saat itu juga.
Nita yang mendengar kabar itu dari Anang jadi serba salah. Sedih dan sakit hati bercampur jadi satu. Tapi, demi melihat Anang yang terlihat tegar, meskipun Nita tahu dalam hati Anang tersimpan perih luka dikhianati. Nita berusaha menyimpan sakit hatinya.
Dan sekarang, dia menunggu, menunggu Danar berbicara, menunggu Danar mengatakan satu hal, menunggu Danar membuka bibirnya.
”Nit,” bisik Danar perlahan sambil meringis kesakitan. Nita mendekat, menatap dalam pada Danar.
”Maafin aku,” ucap Danar pelan, Nita hanya mampu mengangguk, berusaha menahan luapan airmatanya, ia sedikit terisak.
”Aku menyesal….menghianati…kamu…mas Anang…” kata Danar sambil menarik nafas perlahan. Nita menunggu, terus menunggu, sementara Anang yang berdiri di dekat pintu hanya bisa air mata yang mulai mengalir.
”Aku yang salah, aku yang ngancurin hubungan kita, karena kebodohanku…” belum selesai Danar berbicara, Nita menyentuh lembut bibir Danar, menghentikan gerak beradu bibir Danar karena Nita tak mau mendengar kelanjutan pengakuan itu.
”Aku cuma ingin kamu sembuh, kamu balik lagi seperti dulu, biar kita bisa menikmati semua dari awal lagi,” kata Nita yang masih terisak menatap tulus pada Danar, memberikan semangat hidup.
”Walaupun nantinya aku sembuh, aku pasti cacat dan kamu sudah nggak mau lagi sama aku,” kata Danar putus asa.
”Aku cinta kamu apa adanya,” kata Nita meyakinkan sambil tersenyum lembut, berusaha menyalurkan enersi kehidupan pada Danar lewat senyumnya.
Danar hanya tersenyum tipis yang disambut senyum manis Nita yang kini sedang mengusap airmatanya. Sementara Anang telah lenyap dari kamar itu, entah pergi kemana.
Di sebuah komplek pemakaman, nampak seorang pria bersimpuh didepan sebuah makam sambil menaburkan bunga. Sementara dibelakang pria tadi, seorang pria lain nampak duduk diam di atas kursi roda dengan wajah sedih penuh penyesalan dan seorang gadis berkerudung nampak setia berdiri disamping kursi roda pria itu.
Ya, Danar sudah sembuh, tapi sekarang hanya bisa duduk di kursi roda karena kakinya masih belum kuat untuk menahan berat badannya. Dan Nita masih setia dan menepati janjinya. Sementara Anang masih terus berziarah ke makam Tika sebulan sekali bersama Danar dan Nita.
Anang tahu ia tidak bisa menyalahkan kematian Tika, namun ia juga tidak mungkin menyalahkan adiknya. Ia sekarang hanya bisa belajar menerima kenyataan bahwa gadis yang dicintainya sudah pergi.
Sementara Dana, walaupun masih diliputi sejuta penyesalan dan rasa bersalah. Tapi, tak mengurangi rasa syukurnya bisa memiliki Nita. Andai saja waktu itu Nita tidak memberikan semangat hidup, mungkin ia sekarang sudah menyusul Tika, pergi meninggalkan dunia.
Nita mencintai dia apa adanya, itulah yang membuat gairah hidup Danar yang sempat meredup kembali menyala. Membuatnya berani menantang dunia meskipun hanya bisa duduk di kursi roda. Tapi Nita selalu ada disisinya. Memberikan senyum tulusnya, memberikan semangat untuknya dan mencintai dia apa adanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar