Monumen Pancasila Sakti, simbol kesaktian Pancasila yang sesungguhnya untuk Indonesia | foto: streetdirectory.com |
Hal-hal lain yang merupakan faktor percepatan globalisasi
adalah komunikasi dan transportasi. Kemajuan alat-alat penunjang kedua hal tersebut
berbanding lurus dengan kemajuan globalisasi. Sehingga, tak hanya tembok
pembatas antarnegara, bahkan tirai-tirai yang merupakan filter terkadang ikut kebobolan.
Begitu pula dengan kondisi yang ada di Indonesia saat ini. Indonesia
yang merupakan negara paling strategis dengan limpahan kekayaan yang meliputi
sumber daya alam yang melimpah, sumber daya manusia dengan etos kerja tinggi,
dan juga kekayaan seni dan budaya yang tumpah ruah hingga terkadang harus
dikumpulkan kembali agar tidak “ditampung” oleh negara lain.
Menjadikan negara lain sebagai kiblat atas segala kemajuan
teknologi yang tercipta, kemudian menawarkan segala pernak-pernik yang
mengundang mata adalah hal yang sewajarnya harus kita kaji ulang. Filter yang sudah diciptakan
berpuluh-puluh tahun yang lalu seakan lumpuh diterjang deras arus globalisasi. Filter yang dimaksud adalah pancasila.
Kelima sila yang terangkum seharusnya menjadi filter paling ampuh untuk memilah dan
memilih karya cipta bangsa lain yang kini mulai sering menyusup ke wilayah
Indonesia. Mulai dari alat transportasi, bahan makanan, pakaian, hingga style
pun harus mengimpor dari luar negeri agar terlihat keren.
Apalah arti keren tanpa nasionalisme? Bangga dengan produk
luar negeri padahal produk dalam negeri tumpah ruah tak laku hanya karena menjaga
gengsi. Hal tersebut sama saja menyanjung-nyanjung batu meteor yang jatuh
merusakkan rumah yang kita bangun dari emas.
Penanaman nilai-nilai pancasila pada raga generasi muda kini
hanya dilakukan setengah hati. Bahkan ketika mengikuti upacara pun, dimana itu
adalah ruang untuk penggodhokan jiwa nasionalisme mereka pun terkalahkan oleh
terik matahari dan rentang waktu yang terasa begitu lama. Mata pelajaran
Pancasila pun mulai tersingkirkan dengan mata pelajaran lain yang menurut
pemerintah dianggap lebih penting.
Dengan minimnya nilai-nilai pancasila yang tertanam, maka
akan semakin rapuh filter yang
dibangun bangsa Indonesia saat ini. Sehingga dengan mudahnya bangsa lain
menyusup ke Indonesia dengan berbagai cara dan melalui berbagai gerbang yang
tak sengaja terbuka atau terkadang sengaja dibuka dengan alasan yang direka-reka
demi keuntungan segelintir pihak yang serakah.
Budaya-budaya bangsa sendiri pun tersingkir dengan budaya
dari negara lain yang terkemas apik sehingga membuat generasi bangsa terlena. Meniru
segala laku dan gaya yang dibawa oleh “duta” bangsa lain dengan bangga
membusungkan dada. Yang menjadi pertanyaan adalah, dada yang dia busungkan
apakah tersemat nilai pancasila ataukah hanya hampa dan ruang jiwa kosong
Kadang keprihatinan hanya sebatas ucapan dan kata yang
dipadu padan sebatas pencitraan. Tapi tak ada tindak tegas atau aksi nyata. Filter hanya sebatas diakui
keberadaannya tanpa dimanfaatkan fungsi dan daya gunanya.
Sudah saatnya pemerintah mulai bertindak untuk menggunakan filter sebagai tameng utama dalam
menyikapi arus globalisasi. Budaya Indonesia bukan budaya kolot ataupun kuno. Warisan
budaya akan abadi sepanjang masa dan semakin berharga seiring berjalannya waktu.
Penanaman pola pikir dengan jiwa nasionalisme yang tegas harus dimulai sejak
dini. Generasi bangsa harus paham bahwa dengan menggunakan budaya bangsa
sendiri adalah kebanggaan yang murni, tak perlu menjaga gengsi. Untuk apa
menjaga gengsi sementara bangsa Indonesia semakin tergerogoti?
Alasan suka dengan produk luar negeri, entah itu karya seni
atau teknologi, bukanlah hal yang salah. Selama tidak memuja dan menjadi bangga
hanya dengan predikat pengguna semata, maka hal tersebut wajar adanya. Maka mulai
sekarang, mencintai produk Indonesia adalah bukan hal yang rendah atau tak
punya gaya. Jika merasa rendah dengan produk Indonesia saat ini, bukankah lebih
baik menciptakan sendiri tanpa mengurangi nilai Indonesia didalamnya, dengan
begitu kita telah meninggikan nama bangsa.
Banyaknya komunitas pecinta produk luar negeri pun menjamur
di Indonesia. Style dan musik yang
meniru gaya dari luar negeri pun semakin menggila. Bahkan kata fanatik pun
muncul seusai kata penggemar yang mereka sandang. Namun selama kegiatan
tersebut tidak mengganggu jiwa nasionalisme yang tertanam, maka bukanlah hal
yang harus kita perangi. Negara kita dikenal negara yang sopan dan ramah dengan
tamu, negara yang agung akan penghormatannya kepada tamu. Entah tamu yang
berbentuk ideologi, style, budaya
atau apapun itu bentuknya, Indonesia dengan luwesnya menerima. Namun penerimaan
tersebut haruslah diselubungi penyaring yang kuat. Hal-hal yang dirasa tak
perlu atau bahkan membahayakan harus benar-benar ter-eliminasi.
Indonesia sudah diakui kekayaan sumber daya alam dan
budayanya, tapi tanpa adanya sumber daya manusia yang cerdas dan setia pada
bumi pertiwi, maka semua itu lambat laun akan lenyap seiring semakin
mengglobalnya globalisasi
Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia. Apabila ideologi
itu kian melemah, maka semakin lemah pula bangsa Indonesia. Di mata seluruh
rakyat atau di mata bangsa lain. Ini bukan semacam penyakralan Pancasila, tapi
penguatan. Pancasila digali dari keluhuran budaya bangsa yang sudah berakar dan
digunakan sejak lama oleh pendiri bangsa Indonesia. Sudah sepantasnya menjaga
nilai-nilai pancasila sebagai ideologi terbuka yang mengalir sesuai arus jaman
yang sedang berlangsung. Seperti saat ini, saat era globalisasi meluas,
pancasila tetaplah menjadi penyambut pertama dalam gerbang masuk Indonesia.
Hal ini dikarenakan Indonesia adalah satu, tak terpecah karena perbedaan suku atau terpisahnya pulau. Indonesia harus tetap menjadi satu, satu tekad untuk melindungi negeri ini dari tangan penjarah kekayaan alam dan budaya. Indonesia harus satu, satu semangat untuk memajukan bangsa dan mencerdaskan anak bangsa. Dengan begitu, sampailah sumpah para pahlawan yang menitipkan kemerdekaan bangsa ini pada kita. Merdeka adalah bebas, tapi bukan berarti membebaskan orang lain ikut cawe-cawe (ikut campur) dengan urusan negara kita. Satukan suara dan bulatkan tekad serta semangat, teriakan MERDEKA dan negara ini tetap terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar