Laman

Rabu, 05 Februari 2014

Jomblo Lokal dan Mie Ramen




menikmati sebuah cita rasa
yang asing dan terasa semakin terasing
meski terkadang hangatnya menyeruak
namun dinginnya lekas menghempas begitu saja 



Ramennya nggak perlu dijelasin lagi ya, pasti sudah banyak yang tahu kalau ramen itu adalah mie instan khas jepang yang sangat populer. Kalau nonton naruto, pasti akan melihat adegan makan ramen, silahkan hitung sendiri berapa kali ramen muncul disana, disela-selang perang dengan ninja yang gak jelas bentuknya itu.

Jomblo lokal itu hanyalah sebutan untuk kaum korban Long Distance Relationship (LDR). Mengapa? Ya, karena nasibnya nggak jauh-jauh amat sama yang jomblo. Kemana-mana, runtang-runtung sama sahabat atau sendirian aja. Selalu stand by pegang handphone,  dan baterry low adalah musuh utama bagi kaum jomblo lokal ini, apalagi kalau nggak ada sinyal, beuh, rasanya pengen beli sinyal di counter terdekat.

Sengenes-ngenesnya jomblo, masih ngenes jomblo lokal. Kenapa? Karena nggak bisa tebar pesona sembarangan, apa-apa harus laporan. Belum lagi kalau ngambek, nggak bisa ngambek sama siapa-siapa, paling mentok ya ngobrol sama tembok.

Sebenarnya kenapa aku nulis tentang jomblo lokal sama ramen, karena malam minggu kemarin aku baru saja posting foto di facebook, dimana posenya saat itu aku sedang makan ramen, dan lagi, aku menuliskan caption yang menunjukkan statusku yang jomblo lokal itu. Maka habislah aku menjadi bulan-bulanan becandaan kawan-kawanku.

Mungkin mereka menertawakan kebanggaanku menyebutkan bahwa aku ini jomblo lokal, tapi aku sudah terbiasa sih dengan keadaan seperti itu. Semacam bus AKAP aja deh yang antarkota antarprovinsi, seperti itulah hubungan LDR. Yang nggak AKAP aja berasa LDR, apalagi yang AKAP.

Kalau diulas dari awal pacaran, memang aku selalu menyandang predikat jomblo lokal. Yang pertama orang Ngawi Jawa Timur, yang kedua orang Jepara Jawa Tengah (tapi kebetulan masih satu kampus, tetep aja jarang ketemu juga), yang ketiga orang Semanu Gunungkidul (ini juga intensitas ketemunya jarang), yang keempat orang Semin Gunungkidul (yang ini baru seminggu jadian sudah ditinggal ke kalimantan), yang terakhir orang Demak Jawa Tengah (dan dia sedang pulang kampung).

Sebenarnya, aku tidak pernah masalah dengan sistem pacaran yang LDR itu, hanya saja terkadang ada beberapa hal yang tidak menunjukkan sebuah kejelasan, seakan digantung tanpa alasan. Jadi, setiap kali ada yang tanya, “masih pacaran sama dia Des?”, aku nggak tahu harus jawab apa, apalagi pas masa-masa galau nggak jelas, karena kalau aku jawab nggak, ternyata masih, kalau aku jawab iya, ternyata udah nggak. Keadaan tersebut hampir sama sewaktu PDKT, pertanyaan “punya pacar Des?” akan berakhir dengan kediamanku untuk berfikir, kalau aku jawab udah, ternyata belum, kalau aku jawab enggak, ternyata udah. Serba salah.

Sebenarnya apa sih tujuannya nulis ini? Pasti ada yang tanya begitu sambil siap-siap lembar sendal. Nggak ada tujuannya sih, hanya saja lucu dengan pem-bully-an dari kawan-kawan dengan tema jomblo lokal dan ramen itu. Aku cuma tertawa saja, menertawakan diriku sendiri bersama kawan-kawan yang lain.
Ah, ternyata galau itu memang belum berakhir. Masih terus berlanjut sebelum ada kejelasan yang pasti. Dan cukuplah mie ramen ini yang menenangkanku. Hangat dan aromanya cukup membuatku merasa nyaman.

Lain kali, aku akan datang lagi, menyambangi kedai ramen dan menggauli semangkuk ramen untuk menuntaskan hasratku bercumbu dengan mie ramen.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar