Laman

Selasa, 29 April 2014

(Gas) Air Mata yang Bercerita

Oh PSS, PSS elang jawa,
Dimanapun aku mendukungmu..

Sore ini laga derby Jogja, mempertemukan dua klub besar yang berada dalam satu kota istimewa tercinta. PSS dan PSIM. Apa sih yang terlintas dalam pikiran orang ketika mendengar derby jogja? Bentrok. Yes. Bahkan seorang temanku berkali-kali terus saja ingin memastikan keadaan di stadion untuk mengetahui ada bentrokan atau tidak, belum lagi parno-nya pada segala macem batu, sajam dan entah apa lagi yang ada dalam pikirannya.

Pagi ini diawali dengan muter-muter pasar beringharjo untuk menemani temanku mencari kemeja putih yang akan dia kenakan sewaktu ujian pendadaran (gek aku kapan???). Setelah itu meluncur ke kampus untuk menemani temanku yang lain pendadaran (aku kapan caaahhhh???). Ketika temanku masuk ruang ujian, aku beburu kabur untuk bersiap ke sleman, sebelumnya mengambil cetakan buku di fotokopian.

Panas yang sungguh semlenget,  membuat kepalaku yang sudah pusing semakin nggliyeng saja. Tapi mau gimana lagi, demi PSS. Ketika menuju stadion, sudah terdengar riuh chant di dalam stadion, entah suporter yang mana, tapi suaranya cukup menggelegar. Tak sabar, kami bergegas masuk ke tribun.

Awalan yang cukup kondusif, menghilangkan segala persepsi buruk tentang derby jogja ini. Tapi baru berapa menit berlalu, tribun timur dan tribun utara terlibat bentrok. Yang mencuri perhatianku dan teman-teman adalah keberadaan dua orang yang duduk anteng diantara bentrok tersebut. Dan yang membuat kami berang adalah polisi penjaga yang tak kunjung meredakan bentrok dan mengondisikan situasi, mereka justru menonton bentrok tersebut. Sebelum akhirnya suporter tribun selatan mengecam lantang kelambanan mereka, akhirnya mereka bergegas menuju tempat kejadian.

Usai reda sebentar, kembali ricuh di babak kedua. Kali ini karena pelemparan botol air dan bom asap ke tengah lapangan. Semakin menjadi saja, entah siapa yang memulai, tapi tribun timur dan tribun selatan kali ini yang menjadi tempat kejadian bentrok. Polisi nampak mencoba meredam. Terdengar bunyi berdenting keras, ternyata itu adalah pecahan keramik yang terbentur pagar tribun dan tembok tribun.

Suasana kian memanas, dan ada beberapa orang yang terluka, mereka dibopong dengan tergesa-gesa melintasi pagar tribun menuju ruang kesehatan. Aku yang berada di tempat aman, hanya bisa bernyanyi lantang untuk meredam keadaan. Meski beberapa orang disekitarku tak bersuara, aku terus mengikuti nyanyian capotifo.

Ketika peluit panjang berbunyi, tanda pertandingan berakhir, terlihat Kristian Adelmun yang memprotes wasit, hingga wasit harus diamankan. Hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk PSS.

Ketika tengah sibuk memantau keadaan, hidungku serasa tertusuk-tusuk bau yang cukup tajam, seperti bau bubuk merica. Tak ayal beberapa kali aku bersin. Ku pandangi orang-orang disekitarku yang sibuk menutupi hidungnya, aku masih belum mengerti. Ketika menyadari mataku mulai terasa perih, temanku nyeletuk bahwa ini adalah gas air mata. Buru-buru kami mencari air untuk mengusap muka.

Ah, baru sekali ini aku merasakan gas airmata, dan rasanya begitu lucu. Memang kebetulan ditempatku tidak begitu pekat, tapi tetap terasa. Seperti inilah rasanya. Gas airmata, menjadi lantaran atas menitiknya airmata kami untuk PSS Sleman.

Aku ra ngerti piye ceritane, arepo aku melu neng stadion, aku ning tempat aman, dadi gor iso ndelok seko kadohan. sik penting kabeh tetep sedulur, ora ono dendam. fokus ning klub masing-masing.

Kalian kuat, kalian hebat, kalian harus semangat.

Maaf telah mengecewakan kalian, terimakasih sudah berjuang.


Jayalah PSS Sleman~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar